Rabu, 28 April 2010

Perseteruan ‘Para Raksasa’ di Balik Kasus Irham


Sejatinya, kasus yang dihadapi oleh Irham Bin Makmur, guru SDN 1 Lampeneurut, atas dakwaan pencabulan murid, hanyalah satu dari seribu kasus yang hampir sama terjadi di tanah air. Namun yang sedikit membedakan, adalah adanya perseteruan ‘para raksasa’ dibalik kasus ini. Siapakah mereka?


Adalah ‘raksasa’ Persatuan Guru Republic Indonesia (PGRI) dan Koalisi Barisan Guru Bersatu (Kobar –GB) di belakang guru Irham selaku tersangka. Sedangkan ‘para raksasa’ lainnya yang menjadi lawan dari pihak tersangka tadi adalah KKTGA, Koalisi NGO HAM, Yayasan Anak Bangsa, LBH Anak, LBH Banda Aceh, PKPA Aceh, Flower Aceh, Gender Working Group, RPuK, LKPPA, KAPPHA, serta Yayasan Pulih, selaku lembaga pendamping hak anak.

Namun perseteruan ‘para raksasa’ ini memang bukan dalam arti yang sebenarnya. Lembaga-lembaga itu juga masih ada kemungkinan bersatu jika ada isu bersama nantinya. Cuma terkait kasus Irham saja mereka ‘berbeda suara’ sehingga menarik untuk dibahas secara mendalam.

Perseteruan ini sebenarnya terjadi jauh hari sebelum terjadinya demotrasi dari ratusan guru dari kabupaten Aceh Besar dan kota Banda Aceh, Kamis (1/4), di Pengadilan Tinggi (PT), Kota Banda Aceh. Para guru ini menuntut penangguhan tahanan bagi Irham Makmud, seorang guru SDN 1 Lampeunurut yang di tahan oleh Pengadilan Negeri jantho, sejak 20 Maret lalu, atas dakwaan pencabulan murid.

Aksi para guru ini dimulai sejak pukul 11.00 WIB dengan melakukan Long March dari Museum Tsunami. Kedatangan para guru ini, awalnya sempat memacetkan arus lalu lintas setempat, namun dengan kesigapan jajaran kepolisian, kemudian hal itu bisa teratasi.

“Ini aksi solidaritas guru terhadap Irham yang dikebiri haknya oleh Pengadilan Negeri jantho. Dia (irham-red) di tahan sebelum di vonis bersalah,”ucap Sayuthi Aulia, orator saat itu.

Saifullah, koordinator Aksi guru dan juga Ketua PGRI Aceh Besar, dalam orasinya, juga menyatakan pihaknya sangat menyayangkan sikap dari hakim Pengadilan Negeri Jantho. Pasal, selama proses penyelidikan polisi hingga jaksa, sikap guru Irham dinilai sudah sangat kooperatif.

Namun anehnya, lanjut dia, sesuai sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, 20 Maret lalu, Irham langsung diperintahkan untuk ditahan.

“kita meminta PT Aceh untuk mendesak PN Jantho untuk menjadikan Irham sebagai tahanan luar. Kalau memang nanti sudah terbukti dia bersalah dan bisa dibuktikan secara hukum, maka silahkan Irham ditahan,”ucapnya, yang dibalas dengan teriakan dari guru lainnya.

Selain berorasi, para guru ini juga membaca wirid yasin di depan Pengadilan Tinggi. Massa berharap, pembacaan yasin itu bisa membuat ‘para makelar kasus’ di pengadilan menjadi sadar dan insaf.

Pada pukul 12.00 WIB, perwakilan massa ini kemudian diterima oleh Ketua Pengadilan Tinggi Aceh, Rooslya Hambali, SH, di ruang kerjanya. Dalam pertemuan ini, antara perwakilan massa dengan Rooslya sempat bersitegang karena perbedaan pendapat.

Ketua Pengadilan Tinggi Aceh, Rooslya Hambali, SH, mengatakan dirinya tidak mau ditekan oleh massa. Keputusan penahanan terhadap seorang tersangka dinilai merupakan hak pengadilan setempat, yang tidak bisa di intervensi oleh siapapun, termasuk dirinya.

Namun perwakilan massa mengatakan pihaknya tidak pernah mengintervensi pengadilan, tetapi cuma meminta penangguhan tahanan bagi Irham.

“Kita cuma minta penangguhan tahanan bagi Irham dengan jaminan ketua PGRI dan Kobar GB. Dia tidak mungkin menghilangkan barang bukti, karena arang bukti untuk kasus ini, cuma visum dan celana olahraga di kejaksaan,”ucap Ramli Rasyid, Ketua PGRI Aceh, dalam pertemuan ini.

Seusai mendengarkan hal, Rooslya selaku Ketua PT Aceh, mengatakan pihakya hanya bisa memediasi para guru dengan Ketua Pengadilan Negeri Jantho. Selang 30 menit lamanya, Rooslya memberi kabar bahwa tuntutan guru ini dipenuhi oleh Pengadilan Negeri Jantho, dan meminta perwakilan massa segera ke Jantho untuk menyelesaikan persyaratan penangguhan tahanan itu.

Sedangkan massa membubarkan diri pada pukul 13.30 WIB, dengan tertib. Namun hal inilah yang disinyalir merupakan penyebab ‘gendang perang’ antara ‘para raksasa’ itu kembali di tabuhkan.

Saifullah, koordinator Aksi, yang dihubungi menyangkut hasil pertemuan dengan perwakilan Pengadilan Negeri Jantho, mengatakan pihaknya kembali dipermainkan oleh pengadilan tersebut. Pasalnya, sesampainya mereka di pengadilan Jantho, penangguhan terhadap Irham juga tidak diproleh.

“Katanya tidak dapat diproses sehingga berbeda dengan pengakuan ketua PT Aceh di demo tadi. Ketua Pengadilan jantho ada di ruangannya, tetapi tidak mau menemui kami. Kami seperti dipermainkan sehingga pada Senin (5/4) nanti, kami akan demo Pengadilan Negeri Jantho,”ucapnya.

Jawaban dari perwakilan Pengadilan Negeri Jantho ini sungguh jauh berbeda dengan pengakuan dari Rooslya selaku Ketua PT Aceh, yang mengatakan bahwa tuntutan guru telah dipenuhi.

Jika kita mau beranalisis, perkataan dari Rooslya tentang telah dipenuhinya tuntutan tahanan luar bagi guru Irham sebenarnya mengandung kebenaran 70 persen. Selaku pemimpin dari semua pengadilan negeri di Aceh, dirinya tentu tidak mungkin berbohong pada publik menyangkut suatu keputusan.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa adanya tekanan dari pihak lain yang mungkin menyebabkan keputusan tersebut bisa berubah 360 derjat.

Menyikapi hal ini, PGRI dan Kobar-GB menyatakan sedang mengagas aksi mogok guru se-Aceh sebagai bentuk keprihatinan.

“Kita (PGRI-red) sudah menghubungi PGRI di 21 Kabupaten/kota untuk melakukan aksi mogok mengajar, mengikuti aksi guru Aceh Besar yang sudah berjalan 4 hari. Ini sebagai bentuk keprihatinan kita terhadap maraknya pelaku ‘makelar kasus’ di Pengadilan Aceh,”ucap Ramli Rasyid, Ketua PGRI Aceh.

Menurutnya, penahanan Irham Makmud sarat dengan kepentingan dan tidak wajar. Alasan hakim bahwa Irham akan melarikan diri jika tidak ditahan dinilai terlalu mengada-gada dan tidak bisa diterima oleh akal sehat.

“Dia (irham-red) tidak mungkin melarikan diri karena kami jaminannya. Dalam kasus ini, barang bukti juga cuma celana olahraga, orang tua korban, serta visum dokter yang tidak mungkin dihilangkan. Kita menilai penahanan Irham adalah bentuk tekanan dari pihak tertentu sehingga sikap terakhir dari kita adalah mogok,”paparnya lagi.

Sementara itu, Ketua Presidium Kobar-GB Aceh, Sayuthi Aulia, juga mengatakan pihaknya juga menyerukan hak yang sama bagi jajarannya di seluruh Aceh. Sikap Pengadilan Negeri Jantho yang menahan Irham dinilai tidak wajar.

“Ada kasus pemerkosaan anak yang melibatkan pejabat tinggi di Aceh beberapawaktu lalu, tidak ditahan. Sedangkan Irham yang belum tentu bersalah sudah ditahan. Ada apa ini!”tandasnya.


Mogok Langgar Hak Anak
Bertolak belakangan dengan aksi para guru ini. Sejumlah lembaga sipil yang konsen di bidang pemenuhan hak anak menilai aksi mogok mengajar yang dilakukan oleh para guru SD di Aceh Besar, melanggar hak anak dan tidak dibenakan.

Lembaga-lembaga ini adalah KKTGA, Koalisi NGO HAM, Yayasan Anak Bangsa, LBH Anak, LBH Banda Aceh, PKPA Aceh, Flower Aceh, Gender Working Group, RPuK, LKPPA, KAPPHA, serta Yayasan Pulih.

Mogok guru dinilai sebagai tindakan intervensi terhadap proses hukum yang tidak dapat dibenarkan karena akan merusak aspek penegakan hukum yang baik dan benar.

“Kami mengapresiasi solidaritas pengurus PGRI Aceh Besar terhadap penahanan Irham Mahmud. Tetapi kami menilai bahwa solidaritas yang dibangun oleh para pengurus PGRI itu sudah keluar dari mandate seorang guru yang berfungsi sebagai pendidik. Kami menilai tidak ada nilai pendidikan yang di perlihatkan dalam aksi mogok mengajar itu,”ucap zulfikar Muhammad, juru bicara Koalisi NGO HAM, mewakili beberapa lembaga tadi, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pengurus PGRI Aceh Besar seharusnya menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Lembaga itu seharusnya biarlah proses itu berjalan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, jangan ditekan dengan ancaman mogok mengajar.

Tindakan mogok tersebut dinilai tidak dapat diterima mengingat murid kelas VI SD se-Aceh akan menghadapi Ujian Nasional dalam waktu dekat ini. Tindakan ini juga telah melukai hati dan perasaan korban dan keluarga korban karena ketika mereka akan mencari keadilan.

“Kami menganggap bahwa tindakan hakim yang memerintahkan penahanan irham sudah tepat dan sesuai dengan kaidah hukum dan keadilan bagi korban. Sesuai dengan Pasal 64 ayat 1 dan 3 UU No. 23/2002 menyebutkan bahwa negara harus memberikan jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial, dan Pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara,”tandas dia.

Kata dia, dalam UU No 23 tahun 2002 pasal 9(1), juga menyebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Hal ini yang diminta untuk di pahami oleh para guru karena tindakan mereka sekarang telah menganggu proses belajar siswa dan melanggar haknya.

Perseteruan Ego Lembaga dengan Kebenaran Sejati
Dibalik perseteruan para lembaga tadi, sebenarnya ada perseteruan lain yang lebih seru, yaitu perang antara menjaga ego kelembagaan dengan pengakuan kebenaran sejati diakhir persidangan nantinya. Hal inilah yang biasanya sulit didapatkan pada setiap penyelesaian berbagai kasus di Aceh selama ini.

Masing-masing lembaga, biasanya akan tetap mempertahankan keegoannya walaupun terbukti bersalah, di akhir persidangan nanti. Mereka (lembaga yang berseteru-red) juga akan mencari berbagai alasan untuk membuktikan fakta terbalik di persidangan demi menjaga marwah lembaga.

Hal inilah yang ditakutkan akan terjadi pada kasus Irham sehingga menarik untuk di ikuti oleh media massa.

Namun terlepas dari itu semua, yang harus dipahami, keberadaan PGRI dan Kobar GB dibelakang Irham untuk melawan lembaga sipil anak di belakang korban dikarenakan masing-masing dari ’para raksasa’ tersebut yakin akan kebenaran apa yang mereka perjuangan. Walaupun tingkat kebenarannya masih sebatas keyakinan pribadi.

Paling tidak, ’para raksasa’ ini telah berbuat yang terbaik bagi pihak yang mereka yakini benar. Kasus ini juga diharapkan dapat memberikan hikmah bagi masyarakat tentang pemahaman kebebasan berpendapat yang sebenarnya. Sehingga dikemudian hari, tidak ada fitnah bagi pihak tertentu sebelum diputuskan oleh pengadilan nantinya.

0 komentar:

Posting Komentar

Setiap pengunjung blog ini dapat mempostingkan komentarnya sesuai pendapat masing-masing mengenai isi blog ini. Pengelola berhak menyunting setiap komentar yang berbau SARA dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kritikan yang demokratis.

 
Free Host | lasik surgery new york