Laki-laki ini tampak kurus kering dengan baju hijau muda. Dia beberapa kali memegang kepala botaknya sambil merapikan barisan. Tujuh Teman yang di samping juga terus tersemyum simpul sambil melihat ke arah jalan raya. Dia seperti sedang menanti sesuatu yang akan muncul disana.
Pria botak tadi mengaku bernama Mansur, lahir di Pidie, sekitar 37 tahun lalu. Dia diberikan tugas khusus sebagai komandan barisan pasien jiwa dalam rangka menyambut Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat melakukan Sidak di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Aceh, Rabu (16/9) lalu.
Anggota pasukan dan dirinya sendiri, memang bisa di golongan sebagai pasien ‘hampir’ sembuh disana. Sedangkan yang masih sakit ‘parah’ tidak diizinkan keluar untuk menyambut orang nomor satu di Aceh itu. Mungkin hal inilah yang membuat mereka merasa bangga diri. Pasalnya, yang ‘sehat dan sembuh’ saja susah untuk bertatap muka dan berdialog langsung dengan Irwandi.
“Kira-kira eh geupenuhi dilee permintaan lon (kira-kira mau tidak ya, dipenuhi permintaan saya),”gumannya sendiri. Dari pertanyaannya tadi, ada sesuatu yang hendak disampaikannya langsung kepada gubernur. Namun dia tampak belum yakin dan ragu-ragu untuk mempertanyakan persoalan itu.
“Buk, eh geupenuhi kira-kira permintaan lon nyoe ? (buk, apa mau dipermintaan saya ini),”tanya dia kepada barisan terpisah pada wanita yang memakai seragam dinas dan putih-putih, seperti ingin memastikan lagi layak tidaknya pertanyaannya nanti. Ibu-ibu yang ditanya hanya tersenyum simpul, tidak menjawab.
“Katanyoe laju hai. Enteuk ta bagi dua (kamu tanya saja, nanti kita bagi dua),”ucap teman disampingnya dengan pakaian yang sama, tetapi bertubuh lebih subuh dan berambut sedikit lebat. Temannya ini sepertinya sudah tahu apa yang menjadi kegelisahan pria botak tadi. Mereka berdua tampak yang paling waras diantara pasukan penyambut tamu ini.
Kegelisahan dua sahabat ini seprtinya tidak bertahan lama. Pasalnya, mobil jeep Rubicon milik irwandi tampak meluncur kearah mereka sambil di kawal ketat oleh pihak kepolisian. Belasan wartawan yang dari tadi sudah berada di tempat, langsung beraksi guna mencari ‘bahan tulisan’ menarik.
Mansur dan tujuh temannya tampak begitu senang. Rasa paniknya tadi untuk menanyakan sesuatu seperti hilang. namun barisan yang dikomandoinya tadi kembali tampak berantakan. Maklum, mereka belum sembuh benar.
“Nyoe soe (Ini siapa),”tanya Irwandi. Dia memakai baju putih hari itu dengan wajah tersebut. Maklum lawan bicaranya kali ini bukanlah orang biasa. Hal ini mungkin saja menjadi pengalaman tersendiri baginyan.
“lon tuan Mansur dari Tangse (saya mansur dari Tangse),”ucap dia sambil tersenyum. “Pak neujok modal usaha ke lon dilee. Lon ka sehat akan segera teubiet dari rumoh sakit jiwa (pak, tolong kasih modal usaha untuk saya. Saya sudah sembuh dan habis keluar dari RJS),”todong Mansur dengan pertanyaan yang sejak tadi disimpannya.
Pertanyaan tadi tentu saja mengejutkan Irwandi. Beberapa rombongan yang hadir juga tersenyum tipis.
“Kalau sudah sembuh. Saya ini siapa ?”tanya ulang gubernur dengan mimik muka setengah ketawa. Dia sepertinya ini memastikan kewarasan Mansur.
“Irwandi, Gubernur Aceh,”jawab pria berkulit sawo mantang ini lagi. Jawaban ini membuat Irwandi senang.
“Untuk apa modal, kah masih di rumah sakit,”tandas Irwandi lagi. Dia masih ingin berdebat dengan Mansur. Yang hadir lagi-lagi ketawa menyaksikan dialog yang langka ini.
“Untuk modal meukat ungkot. Rp500.000 ka cukop (untuk berjualan ikan. Lima ratus ribu sudah cukup),”balas Mansur mantap.
Menurut keterangan dokter, Mansur sebelum ke RSJ akhir tahun lalu adalah warga Tangse yang dulunya berprofesi sebagai penjual ikan di Pasar Peunayong, Kota Banda Aceh. Musibah tsunami, diceritakan, telah meregut separuh hidup dan kewarasannya. Anak isterinya yang tinggal di daerah Peunayong menjadi korban dari musibah maha dasyat di dunia tersebut.
Hal inilah yang diduga membuat mansur putus asa dan kehilangan semangatnya untuk berkerja sebagai penjual ikan. Sekitar tahun 2006, Mansur kemudian kembali ke daerah asalnya di tangse. Disana, Mansur mencoba bekerja serabutan namun tidak juga mampu melupakan kenangan bersama isteri dan anaknya tersebut, hingga dia mulai berbicara sendiri.
Sejak 2007 lalu, Mansur mengakui ada seseorang yang membisikan sesuatu pada dirinya, kemanapun dia pergi. Hal inilah yang membuat dirinya dianggap gila dan dibawa lari ke RSJ oleh orang kampung disana.
“Begini, kalau kamu sudah sembuh. Nanti temui saya. Bukan hanya Rp500.000 yang akan saja bantu, tetapi 2 juta,”ucap Gubernur lagi. “Bukan cuma dia (mansur-red), tetapi yang lain juga,”katanya sambil melempar senyum kepada semua pasukan penyambut dari pasien ini.
Hal ini tentu saja membuat kawan-kawan Mansur senang. Namun gubernur sepertinya masih penasaran dengan Mansur, dan kembali mencoba mengajak dia berdialog. “Sewa lapak di peunayong berapa harganya,”Tanya dia.
“Hana, meunyoe lon gratis disinan. Awak awai, awaknya pasti sayang keu ureung pungo lagee lon, “tandas Mansur lagi. Pengakuan polos ini kembali disertai tawa dari rombongan yang lain.
Senang dengan keramahan lawan bicara. Gubernur kemudian meminta stafnya untuk memberikannya segepok uang lembaran 20.000. Niatnya gubernur, uang tersebut hendak dibagi-bagikan untuk pasien disana. “Awak drokeuh peurele peng (kami mau uang),”Tanya dia. “Peurele, Kamoe Pungo, Tapi Pereule Peng Chiet Pak(perlu, kami gila, tapi uang tetap perlu),”tandas Mansur mewakili teman-temannya.
“Ini uang untuk beli rokok, di RSJ tidak ada uang, yang ada cuma baju,”ucap kawannya gembira sambil mengakhiri pembicaraan. Mansur CS meninggalkan rombongan. Dia dan teman-temannya merupakan satu dari seribu cerita yang terjadi di Aceh pasca konflik dan tsunami. Namun cerita itu tersimpan erat di RSJ menunggu diperhatikan.
Review Pintu, Aplikasi Trading Crypto dan Investasi Aset Digital
2 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Setiap pengunjung blog ini dapat mempostingkan komentarnya sesuai pendapat masing-masing mengenai isi blog ini. Pengelola berhak menyunting setiap komentar yang berbau SARA dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kritikan yang demokratis.