Jumat, 25 Maret 2011

‘Bom Waktu’ di Tangse


Pergunungan Tangse kini menyimpan ’bom waktu’ yang mungkin akan kembali ‘menelan’ korban jiwa dalam jumlah yang lebih di masa yang akan datang. Salah satu sebabnya, adalah perilaku illegal logging yang menyebabkan banjir bandang di daerah tersebut, kamis (10/3) lalu.

Jauh sebelum kenjadian tersebut, nama Tangse sebenarnya sudah cukup tenar di kalangan masyarakat Aceh dan Sumatra pada umumnya.Tangse adalah nama salah satu kecamatan di kabupaten yang terletak di dataran tinggi.Daerah tersebut juga menjadi jalur transfortasi alternatif bagi masyarakat pesisir barat-selatan.

Keindahan alam Tangse yang masih sangat alami dengan dedaunan yang hijau memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan lokal dan mancanegara. Selain karena daerah itu dikenal sebagai penghasil beras kualitas unggul dan juga penghasil buah durian yang produktif.

Kecamatan Tangse sejak dahulu sebenarnya telah menjadi produsen utama beras terbaik bagi Aceh dan Sumatra Utara. Kualitas padi seperti yang tumbuh dan bersemai di daerah itu, sulit tumbuh di daerah lain biarpun memiliki kadar air yang sama.

Namun, musibah banjir bandang yang terjadi di daerah tersebut, Kamis malam (10/3) lalu, sedikitnya telah mengubah imej daerah. Dari daerah yang dulunya dikenal sebagai objek wisata alam nan indah. Kini, menjadi salah satu daerah yang rawan terhadap bencana alam di masa yang akan datang.

”Kami masih was-was dan ketakutan untuk terus menetap di Tangse. Daerah ini masih menyimpan ‘bom waktu’ yang siap kembali ‘menelan’ korban jiwa. Keselamatan warga di Tangse menjadi taruhan karena ulah oknum yang tidak bertanggungjawab yang terus melakukan penebangan liar,”ungkap Sulaiman, 36, salah seorang petinggi Desa Rantau Panyang, kepada penulis, beberapa waktu lalu.

Argumen adanya ‘bom waktu’ di Tangse, menurut Sulaiman, sangatlah beralasan. Pasalnya, pergunungan di daerah itu kini sangat rentan dengan musibah longsor ketika musim hujan tiba. Jika hal ini, maka jumlah korban diperkirakan akan jauh lebih besar dari musibah banjir bandang yang telah menimpa daerah mereka, beberapa waktu lalu.

Lanjut dia lagi, pasca musibah, tanah di pergunungan Tangse kian labil. Tiap sudut di pergunungan ini, juga sudah terdapat sejumlah cela seukuran paha orang dewasa yang mungkin akan runtuh dalam waktu dekat ini. Parahnya lagi, sejumlah cela tersebut terdapat disejumlah titik yang memang didiami oleh masyarakat setempat.

”Masyarakat, mau tidak mau harus ekstra hati-hati. Kami tidak bisa pindah, karena inilah rumah kami,”papar Sulaiman.

Apa yang diungkap oleh Sulaiman ini, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang diutarakan oleh Hamdani, 32, warga Peunalom. Kekhawatiran akan adanya bencana yang lebih besar di masa yang akan datang, diakuinya, kini sedang menghantui warga di Tangse.

Hal inilah yang dinilai menjadi kecemasan para masyarakat pengungsi untuk kembali ke desa masing-masing guna melaksanakan aktivitas seperti bisa.

”Dulu, banyak orang tua di kampung yang mengatakan jangan memotong kayu sembarangan karena akan menyebabkan banjir, tapi malah ditertawakan. Kini, hal itu terwujub,”ucap dia disela-sela membersihkan kayu gelondongan yang menimbun badan jalan desa.

Kata dia, pergunungan Tangse sejak dulu memang dikenal dengan daerah yang cocok bagi pertanian. Hal ini disebabkan kondisi tanah disana yang tergolong lembut serta lunak dengan mata cangkul petani. Selain itu, tingginya debit air dipergunungan Tangse juga menyebabkan daerah tersebut menjadi subur bagi tanaman pangan.

Sayangnya, kondisi tersebut ternyata salah dimanfaatkan oleh para oknum, yang sering melakukan pembalakan liar. Sejumlah perpohonan besar yang seharusnya dipeliharan guna mengikat air hujan di dalam tanah juga dipotong secara sembarangan. Efeknya, sebahagian besar perpohonan besar di pergunungan Tangse menjadi hilang sehingga berimbas dengan terjadinya banjir bandang.

”Kini, masyarakat yang tidak tahu apa-apa yang menjadi korban. Musibah ini akan menjadi pelajaran penting bagi masyarakat Tangse dalam berladang ke depan,”lirik Hamdani.

Pengakuan dua warga ini setidaknya memberikan gambaran tentang kondisi Tangse pasca banjir bandang. Fenomena ini juga perlu segera disikapi secara arif dan bijaksana oleh pemerintah daerah setempat, sehingga dapat segera dilakukan langkah penanggulangan yang tepat agar bencana alam tidak lagi ’memakan’ orang disana.

Harga mahal dari sebuah kesalahan
Palang Merah Indonesia (PMI) mencatat dari 12 desa yang terkena dampak banjir bandang, terdapat 6350 jiwa mengungsi. Para pengungsi ini berasal dari Desa Layan sebanyak 702 warga, Blang Dalam dengan 598 warga, Penalom Sa dengan 1031 warga, Ranto Panyang 1005 warga, Blang Jeurat dengan 846 warga, Pulo Baro dengan 1029 warga, Blang Bungong 863 warga, Krueng Meriam 1114 warga, Peunalo dua 1015 warga, Blang Pandak 1237 warga, Blang Dhoot 1741 warga dan Keude Tangse 809 warga.

Selain itu, juga terdapat kerugian harta benda seperti 311 rumah rusak berat dan 163 rusak ringan, 1 unit sekolah, 2 puskesmas dan 5 tempat ibadah rusak ringan dan 6 tempat ibadah rusak berat dan 15 jembatan rusak berat.

Sedangkan jumlah korban jiwa jiwa yang meninggal dalam bencana alam tersebut berjumlah belasan orang. Sedangkan puluhan lainnya mengalami luka-luka ringan akibat terkena kayu yang diseret arus dalam banjir bandang.

Tidak hanya itu, jalan utama kecamatan yang menghubungkan antara Kecamatan Geumpang dengan Tangse juga sempat terputus akibat musibah tersebut. Padahal, keberadaan jalan tersebut sangatlah penting bagi sejumlah warga Geumpang dalam membawa hasil pertanian mereka ke pusat ibukota kabupaten untuk ditukar dengan rupiah.

Dalam beberapa waktu, penduduk di Kecamatan Geumpang juga dikabarkan sempat terisolir sehingga mengakibatkan harga barang di daerah tersebut mengalami kenaikan. Hampir seminggu pasca kenjadian, masyarakat disana terpaksa menempuh jarak yang relatif lebih jauh dalam membawa hasil bumi mereka ke Banda Aceh.

”Kami terpaksa memakai jalur Calang via rakit selama seminggu untuk membawa hasil bumi. Biaya perjalanan yang harus dikeluarkan jauh lebih tinggi,”ungkap salah seorang warga Geumpang.

Kerugian akibat banjir bandang Tangse diperkirakan mencapai ratusan miliar. Jumlah ini cuma perkiraan sementara karena banyaknya infrastruktur yang belum mampu di data.

“Perkiraan kami sementara kerugian akibat musibah ini tidak kurang dari Rp120 miliar, mengingat banyak sekali infrastruktur yang rusak,” kata Camat Tangse, Jafaruddin, kepada penulis, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, sekira 150 hektare lahan persawahaan warga juga rusak akibat banjir bandang. Lahan yang kini dipenuhi lumpur dan batang kayu itu sebagian besar sedang dalam proses memasuki musim tanam.

Banjir Tangse juga dilaporkan telah merusak sejumlah kebun warga yang ada di kaki pegunungan. Warga Tangse umumnya bekerja sebagai petani kebun dengan menanam kakao, kopi, durian, rambutan, dan lainnya sebagai sumber ekonomi.

Diperkirakan hampir ribuan warga Tangse kan akan kehilangan pekerjaan jika lahan-lahan pertanian itu tak segera direhabilitasi. Sedangkan untuk proses rehabilitasi diperkirakan memakan yang relatif lama mengingat banyaknya tingkat kerusakan yang masih dalam tahap pembenahan. ”Hal ini perlu segera ditangani akan sendi perekonomian warga dapat kembali hidup,”ungkap camat.

Tidak hanya itu, Asep Iwan Sugiana, Kepala Markas PMI Aceh, menambahkan masyarakat yang selamat dari banjir bandang juga menuai permasalah di tempat pengungsian. Permasalahan klasik tersebut, adalah kurangnya pasokan air bersih bagi warga.

“Untuk mengurangi dampak risiko seperti belum adanya air bersih untuk kebutuhan masyarakat dan terbatasnya jaringan komunikasi, PMI Aceh menindaklanjuti dengan mengirimkan 16 relawan dan staf yang tergabung dalam tim logistik, water sanitation (watsan) dan radio komunikasi,”papar dia.

Menurut penulis, jumlah angka-angka di atas, sebenarnya sangatlah tidak sebanding dengan keuntungan yang didapatkan oleh segelintir oknum dari penghasilan ilegal logging. Penduduk juga dipaksa untuk merasakan pahitnya musibah yang tidak seimbang dengan keuntungan yang mereka peroleh.

Namun, amukan alam yang terjadi, Kamis (10/3) lalu, haruslah menjadi pelajaran penting bagi semua. Musibah seperti ini bukan tidak mungkin menimpa sejumlah daerah lainnya di Aceh nantinya, jika tata pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) tidak segera diperbaharui.

Pemerintah Aceh seharusnya dapat lebih jeli dalam melihat kondisi daerah ini pasca banjir Tangse. Pasalnya, Provinsi Aceh merupakan daerah yang paling rentan dengan bencana alam pasca gempa dan musibah tsunami yang menimpa daerah ini pada 26 Desember 2004 lalu.

Selain itu, bencana alam berupa banjir bandang seperti yang terjadi di Tangse juga bukanlah musibah alam yang pertama yang menimpa Aceh. Artinya, kesiapan dan kewaspadaan dari Pemerintah Aceh dan badan terkait, terhadap bencana alam harusnya jauh lebih.

Pemerintah Aceh juga perlu meningkatkan sosialisasi tentang bahaya bencana alam bagi masyarakat serta dampak dari perilaku pembalakan liar. Jangan sampai, kasus yang terjadi di Tangse kembali berupa di tempat lain dengan jumlah korban yang jauh lebih besar.

Sedangkan untuk penanganan khusus gunung Tangse pasca banjir perlu perhatian dari semua pihak. Kesadaran tersebut penting akan longsor yang dikhawatirkan oleh warga setempat tidak terjadi.

Rabu, 23 Maret 2011

Jilek, Korban kebakaran Butuh Uluran Tangan Dermawan


Jasman Banurea atau dipanggil Jilek, kini terbaring lemah di ruang IGD Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA). Bocah yang baru berumur 15 tahun itu, dilaporkan mengalami luka bakar yang terbilang serius sejak November 2010 lalu.

Jilek adalah putra dari Rodes Banurea, 41, yang bertempat tinggal di Desa Kuta Tengah kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam. Bocah tersebut mengalami luka bakar hampir 90 persen di seluruh tubuhnya. Jilek sebenarnya telah menjalani perawatan diberbagai Rumah Sakit selama ini, namun belum mengalami perubahan.

Maklum, orang tua Jilek sendiri adalah masyarakat miskin di Subulussalam. Kehidupannya yang pas-pasan membuatnya kesulitan untuk pengobati pasien hingga sembuh.

“kami membawa korban kesini setelah mendapat bantuan dari berbagai pihak. Kesembuhan jilek adalah harapan terbesar kami,” ungkap Rodes, orang tua jilek, kepada wartawan, kemarin.

Menurut Rodes, dirinya sebenarnya tak sanggup lagi untuk melihat penderitaan anaknya yang masih sangat muda dan masih dibangku sekolah. Namun kecelakaan yang menimpanya itu terjadi karena ketidaksengajaan.

Hari naas itu, lanjut dia, terjadi pada awal November. Saat itu, kondisi listrik mati di daerah tempat tinggal mereka. Pada saat bersamaan, Jilek dilaporkan sedang bermain ke salah satu rumah tetangga yang menjual bensin eceran. Tetangga tersebut kemudian meminta Jilek untuk menyalakan api karena pada saat itu Jilek sedang memegang korek api gas. Tapi tanpa menyadari, korban saat itu sedang berada didekat bensin, dan Jilek pun langsung menyambar hampir seluruh tubuhnya.

“pasca kejadian, Jilek langsung dibawa ke Puskesmas Penanggalan, tapi karena kondisinya cukup parah ia pun dilarikan ke RSUD Singkil, disana dirawat selama 14 hari tapi karena kondisi juga belum membaik Jilek dilarikan ke RSU Adam Malik Medan, karena tidak ada biaya untuk perawatan, setelah di rawat 16 hari, Jilek dibawa pulang kerumah,”ungkapnya lagi.

Namun, lanjut dia, pada awal Maret ini, dirinya bersama keluarga dan Pengurus PMI Kota Subulussalam yang turut simpati atas musibah yang menimpal korban, sepakat untuk kembali merawat Jilek. Kamis sore (10/3) Jilek akhirnya dilarikan ke RSUZA untuk ditangani lebih serius.

Sementara itu, Bambang Herwanto, tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan di Dinas Sosial Kota Subulussalam dan juga anggota Pengurus PMI Subulussalam yang turut mengantarkan Jilek ke RSUZA mengatakan bahwa Jilek telah mendapat bantuan dari Pemerintah dan beberapa kerabat, namun dengan kondisinya saat ini, Jilek masih membutuhkan biaya tambahan untuk kembali melakukan aktifitasnya.

“Pemko, DPRD, Wakil Walikota dan Dinas Sosial Kota Subulussalam juga telah memberikan bantuan family kit berupa logistik dan pangan dan sejumlah uang kepada keluarga namun biaya ini belum cukup karena kondisi Jilek cukup parah dan perlu penanganan serius, untuk itu dia kami bawa kemari, kami mengharapkan dukungan bantuan dana untuk membantu pengobatan Jilek”, harapnya.

Rodes mengatakan bahwa ia mempercayakan PMI Aceh untuk menyalurkan bantuan untuk putranya, bantuan masyarakat untuk membantu Jilek dapat di salurkan melalui Rekening Palang Merah Indonesia PMI Provinsi Aceh melalui BNI Cabang Banda Aceh No. Rekening 68077656 atas nama Pengurus PMI Provinsi NAD. Dirinya berharap, uluran tangan para dermawan dapat menyembuhkan anaknya, ...semoga.

Senin, 21 Maret 2011

Ikral Nek Aisyah Untuk Sang Gubernur


Diusianya yang sudah senja, Nek Aisyah, demikian nama wanita ini biasanya disapa, masih terlihat bugar. Dia juga sangat vokal dalam menyuarakan rasa ketidakadilan yang menimpa dirinya, dalam aksi demotrasi di Depan Kantor Gubenur, Senin (21/3) lalu.

Matanya boleh saja sudah rabun, demikian juga dengan tubuhnya yang sudah rentan dan sering diserang sakit remantik. Tetapi, dalam hal semangat, Nek Aisyah jauh lebih berapi-api dibandingkan aktivis kampus yang baru belajar demontrasi. Dengan suaranya yang boleh dikatakan lantang dan khas, dia berkali-kali memanggil Gubernur Aceh dan Wakil Gubernur, untuk turun dari singgasananya, guna menemui mereka.

”Pat janji neu untuk kamoe korban tsunami. Ka tujoh thon udep di barak, tapi rumoh hana neujok lom hingga dinoe. (mana janji gubernur untuk kami korban tsunami. Sudah tujuh tahun hidup di barak, tapi rumah bantuan belum juga diberikan,”ungkap Nek Aisyah laksana orator ulung.

Ya, Nek Aisyah adalah satu dari puluhan korban tsunami yang rumah bantuannya diserobot orang lain di Desa Labuy dan Miruek Lam Reudep, Kecamatan Baitursalam, Aceh Besar. Hal inilah yang membuat dirinya mengadu ke Kantor Gubernur.

Bagi Nek Aisyah, selamat dari gelombang tsunami yang melanda Aceh diakhir tahun 2004 lalu, bukanlah sebuah rahmad. Disaat dua anak kandungnya, serta dua cucunya menuai ajal dalam tragedi tersebut, dirinya justru ditakdirkan selamat karena mampu mengapung di atas kasur saat tsunami menerjang daerah Ulee Lhee.

Sejak saat itu, kehidupannya berubah total. Dari dulunya, cuma duduk manis di rumah karena dinafkahi oleh anak-anaknya yang sudah besar. Kini, dirinya terpaksa bekerja keras untuk menghidupi diri sendiri, serta dua cucunya yang yatim piatu. Menurut dirinya, musibah tersebut adalah awal dari keterpurukan hidupnya.

”Tiap hari saya jualan kacang. Hasil dari jualan kacang cuma cukup untuk makan. Saat ini, dua cucu saya sedang sekolah, kalau saya mati, siap yang menjaganya,”ucap isteri dari almarhum Idris ini yang meninggal sejak tahn 1984 itu, sambil menyapu butiran air yang mengalir dari matanya.

Nek Aisyah mengaku, sejak masa rehab-rekon hingga kini, sangat mengharapkan adanya rumah bantuan. Paling tidak, katanya, rumah tersebut, dapat menjadi tempat berteduh bagi dua cucunya di masa depan. Selain itu, juga dapat menjadi tempat akhir baginya ketika berhembus nafas yang terakhir nanti atau meninggal dunia.

”Namun, saya tidak pernah mendapatkan rumah bantuan. Hingga tujuh tahun, kami masih tinggal di barak di Dusun Tongkol, Ulee Lhee. Lantai barak sudah rusak dan saya perbaiki lima kali, demikian juga dengan atap yang sudah bocor, namun rumah bantuan tidak kunjung diperoleh,”tutur dia.

Dirinya, mengaku juga masih teringat janji Timses Irwandi-Nazar di awal tahun 2006 lalu. Saat itu, menjelang Pilkada Aceh, para timses tersebut, menurut dia, datang ke baraknya. Mereka meminta dia untuk mencoblos gambar yang memakai pakaian Aceh.

”Katanya, kalau mereka menang dapat rumah bantuan. Namun janji tersebut tidak pernah diwujubkan hingga kini. Bahkan, saya sendiri terancam diusir dari barak Ulee Lhee. Penghuni barak disana cuma diberikan waktu hingga satu bulan mendatang, untuk mengosongkan barak,”lirik Nek Aisyah.

Terhadap nasibnya tersebut, Nek Aisyah cuma mampu menyerahkan hal tersebut kepada Allah SWT. Demikian juga, dengan orang yang menyerobot rumah bantuannya di Labuy, dia cuma berharap Allah SWT segera menyadarkan mereka. Tapi, khusus untuk sang gubernur, Nek Aisyah mengakui punya ikral.

”Han akan lon pileh lee gubernur (Irwandi-red) jika hana mampu menyelesaiakan amanah rakyat. Janji mereka untuk menuntaskan kasus penyerobotan rumah bantuan, adalah amanah, namun diingkari. Dosa menyoe ta pileh pemimpin yang hana amanah. Nyoe ikral dan doa lon sabe lam sembahyang,”pungkas dia

Kamis, 17 Maret 2011

Jejak Ahmad Musadeq di Seramoe Mekkah


Munculnya aliran bernama Mukmin Mubaligh sempat menggegerkan warga di provinsi berjulukan Seramoe Mekkah. Keterkejutan tersebut, juga kian di tambah, dengan adanya kepercayaan di aliran ini yang beriman kepada sosok nabi terakhir selain Nabi Muhammad SAW.

Aliran yang diduga sesat ini sebenarnya sudah mulai tercium pengembanganya selama beberapa bulan terakhir di Kota Banda Aceh. Namun, berbagai pihak terkesan menutup-nutupi keberadaan isu tersebut dengan tujuan agar tidak meresahkan masyarakat.

Sebenarnya, munculnya aliran yang di duga sesat tersebut diperkirakan berlangsung sejak dua tahun lalu. Sasaran para pengikut aliran ini adalah mahasiswa atau cendikiawan muda yang sedang menuntut ilmu di berbagai kampus di Aceh.

Menurut sejumlah sumber kepada penulis, nabi terakhir yang diimani oleh para pengikut Mukmin Mubaligh di Aceh, adalah sosok Ahmad Musadeq. Nama ‘nabi’ tersebut sebenarnya bukanlah nama yang baru untuk media massa di negara republik yang sangat menjunjung demokrasi ini.

Pasalnya, sosok Ahmad Musadeq adalah mantan pimpinan aliran Al-qiyadah Al Islamiyah yang sempat tenar di akhir tahun 2006 lalu karena mengaku diri sebagai rasul. Pengakuan kerasulan Ahmad Musadeq sendiri sempat menjadi yang liputan menarik seluruh media massa saat itu.

Ahmad Musadeq mengaku mendapatkan wahyu saat sedang bersemedi dan melaporkan hal ini kepada teman-temannya. Dirinya juga mengaku bertemu dengan malaikat Jibril dan diangkat menjadi rasul untuk membawa risalah yang baru, setelah islam.

Pada saat itu, Ahmad Musadeq mengklaim diri, telah memiliki pengikut yang berjumlah ribuan di hampir sejumlah provinsi di nusantara, termasuk Aceh. Hal ini kemudian dibuktikan dengan menampilkan keberadaan sejumlah pengikutnya dan pengucapan ’syahadat’ massa terhadap kerasulan Ahmad Musadeq secara live di media elektroknik.

Keberanian Ahmad Musadeq ini sempat menuai pendapat pro dan kontra di penjulu nusantara saat itu. Sebagai masyarakat, menganggap aksi Ahmad Musadeq tersebut adalah kegiatan penistaan agama islam. Namun segolongan lainnya malah menganggap hal itu adalah bagian dari kebebasan beragama yang dilegalkan di negara ini.

Sayangnya, kelompok yang menentang keberadaan aliran Al-qiyadah Al Islamiyah dengan Nabi Ahmad Musadeq jauh lebih besar dan lebih berpengaruh dari yang pihak mendukung. Desakan-desakan pelarangan tersebut, diduga menyebabkan para petinggi Al-qiyadah Al Islamiyah untuk mengubah metode penyebaran aliran mereka, dari terang-terangan menjadi secara sembunyi-sembunyi.

Hal ini pula yang diduga menyebabkan ’Ahmad Musadeq akhirnya menemui Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada pertengahan 2007 lalu dan menyatakan diri untuk bertobat dan kembali pada aliran islam. Toubatnya, sang nabi palsu tersebut kemudian disusul dengan taubat massa para pengikut Al-qiyadah Al Islamiyah.

Namun tidak hanya ini, aksi berlebihan dari sosok Ahmad Musadeq, yang dulunya adalah seorang guru biasa di Jakarta Barat, tetap di proses secara hukum serta di seret ke pengadilan karena dinilai telah melakukan penistaan terhadap agama islam. Sosok Ahmad Musadeq sendiri, akhirnya divonis 5 tahun penjara karena pengakuan kerasulannya.

Kini, setelah empat tahun pasca taubatnya Ahmad Musadeq, tumbuh aliran baru yang bernama Mukmin Mubaligh di Aceh. Aliran yang di duga sesat ini juga hampir sama dengan Al-qiyadah Al Islamiyah, yaitu mengakui kerasulan Ahmad Musadeq.

Secara logika, keberadaan sejumlah kesamaan dalam dua aliran ini bukanlah suatu kebetulan belakang. Dengan artian, para pengikut dari aliran Al-qiyadah Al Islamiyah ini diduga terus mencari pengikut baru biarpun telah mengaku bertaubat dan kembali kepada islam. Dan selama itu pula, aliran ini berkembang sedikit demi sedikit di daerah Seramoe Mekkah yang dulunya adalah pusat penyebaran agama islam di nusantara.

Para pengikut Ahmad Musadeq diyakini telah mencapai ratusan oleh di tiga kampus besar di Aceh, seperti Unsyiah, Politeknik Aceh dan IAIN Ar-Raniry. Namun anehnya, belum ada tindakan nyata dari Pemko setempat untuk penangani persoalan yang kian meresahkan masyarakat tersebut.

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, Rabu (9/3) lalu. Jumlah pengikut Mukmin Mubaligh terbanyak di Unsyiah adalah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan ( FKIP) sebanyak 21 orang. Sedangkan pengikut lainnya, 9 orang di Fakultas Teknik, 3 Fakultas Ekonomi.

Sedangkan untuk Politeknik Aceh, pengikut setia aliran Mukmin Mubaligh ini diperkirakan berjumlah 5 orang, serta dua orang berstatus mahasiswa IAIN Ar-Raniry.

Dari Khatamul Qur’an Hingga Sholat Malam
Sebenarnya, ada sejumlah perbedaan yang mendasar antara pemahaman Aliran Mukmin Mubaligh atau sebelumnya bernama Al-qiyadah Al Islamiyah dengan pemahaman umat islam pada umumnya. Baik dalam pemahaman Al-Qur’an hingga solat.

Menurut pengakuan dari salah seorang pengikut aliran Mukmin Mubaligh yang sempat diwawancarai oleh penulis, dalam kepercayaan aliran Mukmin Mubaligh terdapat sejumlah kelebihan dibandingkan dengan islam.

Hal ini, menurut mereka, dikarenakan aliran tersebut datang setelah islam untuk menyempurnakannya. Kondisi ini dianggap sama dengan kondisi awal-awal kedatangan agama islam di Mekkah yang datang untuk menyempurnakan aliran Nabi Isa, sebelumnya.

Hal yang paling mendasar antara islam dengan Mukmin Mubaligh, lanjut sosok yang masih berstatus sebagai mahasiswa FKIP Unsyiah berinisiar RA ini, adalah pemahaman tentang kata-kata Khatamul Qur’an. Dimana, Khatamul Qur’an dianggap oleh orang islam adalah kesempurnaan agama islam serta tidak ada lagi nabi yang diutuskan setelahnya.

Padahal, katanya, dalam pemahaman Mukmin Mubaligh, tidaklah demikian. Khatamul qur’an ditunjukan untuk penyebaran islam pada saat itu (semasa rasul-red), tetapi tidak kondisi islam saat ini. Pasalnya, allah berjanji akan menurunkan nabi atau rasul untuk tiap umat pada masa yang berbeda-beda.

Demikian juga dengan pemahaman kata-kata ’din’ dalam Al-Qur’an. Menurut mereka, kata-kata ’din’ bukanlah dipahami dengan istilah agama seperti muslim kebanyakan, tetapi kata-kata ’din’ tersebut bisa diartikan sebagai aliran atau paham ketuhanan.

Pengikut Mukmin Mubaligh, diakui mereka (pengikut Mukmin Mubaligh-red) tidak percaya dengan hadist. Pasalnya, menurut logika mereka, hal ini dikarenakan masa pembukuan hadist sendiri sangat jauh berserang dengan masa atau tahun meninggalnya nabi Muhammad SAW. Sejumlah hadist yang ada saat ini, menurut pengakuan para pengikut Mukmin Mubaligh telah banyak ditambah-tambah oleh para ulama islam sehingga tidak asli lagi.

”Kalau ada Al-Qur’an kenapa harus mempercayai hadist yang telah banyak dirubah,”ungkap pengikut tadi.

Perbedaan lainnya, lanjut mereka, adalah tata cara sembahyang yang dianjurkan dalam pemahaman Mukmin Mubaligh. Para Pengikut Mukmin Mubaligh, katanya, cuma diwajibkan untuk melaksanakan sholat sebagai kewajiban dalam sehari semalam sekali.

Sholat ala para pengikut Mukmin Mubaligh juga tidak memakai raka’at sebagaimana muslim biasanya. Mereka cukup hanya mematikan lampu dan menyalakan lilin serta merenungi dosa yang telah diperbuat oleh mereka selama ini.

Dalam pemahaman Mukmin Mubaligh, menurut informasi yang diterima oleh penulis, ketulusan hati adalah inti dari ajaran mereka. Pengikut Mukmin Mubaligh juga di larang untuk memakan setiap makanan yang diberikan oleh umat muslim, meskipun dari orang tua mereka, dengan alasan haram.

Posisi ini, dinilai hampir sama hanya dengan perilaku mayoritas masyrakat muslim di dunia yang dilarang menerima makanan berupa daging dari non muslim karena kekhawatiran halal tidaknya. Semua ajaran tersebut, menurut pengakuan pengikut Mukmin Mubaligh, hanyalah bersifat sementara hingga ajaran mereka mampu menguasai negara ini.
”Ini masih dalam tahapan awal. Kondisi ini dianggap sama dengan kondisi awal-awal kedatangan agama islam di Mekkah yang datang untuk menyempurnakan aliran Nabi Isa, sebelumnya,”tandas sumber tadi.

Menguasai Aceh pada 2015 ?
Para pengikut aliran Mukmin Mubaligh atau aliran yang sebelumnya bernama Al-qiyadah Al Islamiyah memasang target untuk menguasai Aceh pada 2015 dan menguasai nusantara pada 2024 nanti. Pengakuan ini, penulis dapatkan langsung dari sejumlah mahasiswa yang mengaku adalah pengikut kenabian Ahmad Musadeq di Kota Banda Aceh.

Bagi mereka, target tersebut tidaklah berlebihan dan dapat segera terwujub. Pasalnya, jumlah pengikut kenabian Ahmad Musadeq di Seramoe Mekkah saat ini diperkirakan telah mencapai ribuan orang yang tersebar di hampir seluruh kabupaten/kota di daerah ini.

Menurut informasi yang diterima wartawan, pembawa aliran Al-qiyadah Al Islamiyah atau Mukmin Mubaligh di Aceh diyakini bernama Zainuddin yang bertempat tinggal asal Prada sejak 2008 lalu. Yang bersangkutan, dilaporkan merupakan murid dari Ahmad Musadeq.

Sejak tahun 2008 lalu, pria ini dilaporkan mulai menyebarkan aliran Mukmin Mubaligh untuk wilayah Aceh dan mempengaruhi para mahasiswa. Langkah nyata yang pernah dilakukan oleh sosok ini adalah mempengaruhi keyakinan agama para alumni SMA Fajar Harapan Kota Banda Aceh dan alumni letting 2008 di MAN Model Kota Banda Aceh.

Menurut informasi, tercatat hampir puluhan alumni kedua sekolah ini kemudian menjadi pengikut aliran yang diduga sesat tersebut. Dilaporkan, dari peran para alumni itu, aliran ini kemudian menyebar hingga seluruh kabupaten kota di Aceh.

”Mereka sengaja mencari calon pengikut dari barisan mahasiswa. Pasalnya, para mahasiswa diyakini akan menjadi pemimpin di kemudian hari sehingga mudah bagi penyebar aliran Mukmin Mubaigh untuk membumikan aliran ini di Aceh,”ungkap salah seorang mahasiswa yang sempat mengikuti aliran ini dan memilih keluar ketika mengetahui sesat.

Namun, terlepas dari benar tidaknya pengakuan sumber tersebut, selaku muslim, kita tentunya wajib berhati-hati terhadap kondisi Aceh terkini. Jangan sampai, keluarga kita justru menjadi korban kesesatan tersebut.

 
Free Host | lasik surgery new york