Rabu, 28 April 2010

Balada Kursi ‘Panas’ Rector Unsyiah


Kursi Rector Unsyiah untuk periode 2010-2014 secara tiba-tiba ‘memanas’. Lima nama kandidat Calon Rektor (Carek) diisukan bakal bersaing untuk menduduki posisi tertinggi di kampus tersebut.Lobi-lobi, pembusukan karakter, demo hingga polling pun akhirnya terjadi.

Perebutan posisi tersebut, ditandai dengan akan berakhir jabatan Darni M. Daud, selaku Rector Unsyiah yang terpilih dari hasil rapat senat Unsyiah periode lalu. Sedangkan pemilihan rektor untuk periode 2010-2014 ini sendiri, baru dilaksanakan pada akhir Maret ini.

Menurut informasi yang diperoleh penulis, ada lima Calon Rector untuk periode 2010-2014 ini. Mereka adalah Prof. Dr. Said Muhammad MA, mantan Dekan dan guru besar Fakultas Ekonomi, Prof. Dr. Raja Masbar M. Sc, Dekan Fakultas Ekonomi, Dr. Muntanir M. Sc, Dekan FMIPA, Dr. H. Syahrul SpS, Dekan Fakultas Kedokteran, serta yang terakhir adalah Prof. Dr. Darni M. Daud MA, Rector dan guru besar FKIP Unsyiah.

kelima nama-nama ini diisukan akan bersaing untuk memperebutkan jabatan rector Unsyiah kedepan. Pemilihan ini akan dilakukan secara tertutup oleh 62 anggota Senat terpilih Unsyiah.

Para senat ini, terdiri dari rector dan guru besar yang bergelar professor se-Unsyiah. Selain itu, juga ada Dekan, dua perwakilan dosen dari sembilan Fakultas di Unsyiah, ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat, ketua lembaga penelitian, dan direktur pasca sarjana.

Berbeda dengan pemilihan tahun-tahun sebelumnya. Pemilihan rektor periode 2010-2014 kali ini ‘memanas’ karena ada demo, dan polling dari mahasiswa. Isu oleh mereka (mahasiswa-red) ini tentu menyudutkan salah satu kandidat, serta menguntungkan salah satu kandidat lainnya.

Namun itulah Universitas Syiah Kuala! Sebuah replika ‘negeri kecil’ yang terdapat di dalam kampus. Jika sebelumnya demotransi dan persaingan jabatan hanya terjadi setingkat elit mahasiswa untuk berkuasa di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), hingga ke Pemerintahan Mahasiswa (PEMA). Kini persaingan ini mulai memasuki ranan dosen hingga ke pemilihan rektor sebagai pemilik kekuasaan tertinggi.

Hal ini dipastikan akan meminimbulkan dua kesan yang berlainan di kampus tersebut nantinya. Pertama yaitu nilai positif, artinya perebutan kekuasaan tersebut akan dimenangkan oleh yang terbaik nantinya, baik terbaik karena dukungan, hingga massa di mahasiswa.

Sedangkan yang kedua, yaitu nilai negatif, dimana dikhawatirkan akan terjadi perpecahan di kampus tersebut. Masing- masing kandidat, dengan latar belakangkan organisasi, dan massa di tingkat mahasiswa akan menghancurkan lawan mereka ketika berhasil menduduki sebuah kekuasaan.

Hal inilah yang tidak diinginkan. Dimana nantinya control mahasiswa maupun ‘kandidat kalah’ dalam perebutan kursi rector ini akan tidak independent lagi. Oposisi yang dibangun sudah pada tingkat kepentingan untuk memenangkan golongan sendiri di pemilihan kedepan serta menjatuhkan kepemimpinan nanti dengan memanfaatkan kelemahan dia.

Dulu, antara pemilihan rector dengan pemilihan BEM maupun Pesma (Presiden Mahasiswa) setingkat mahasiswa memiliki jalur terpisah. Sepanas apapun persaingan untuk merebut kursi BEM maupun PEMA antar berbagai golongan mahasiswa, ternyata tidak mau diperdulikan oleh rektorat.

‘Biarkan mereka berproses dan belajar demokrasi sendiri,” inilah yang sering didengungkan oleh pihak rektorat dan dekan di setiap fakultas di Unsyiah. Hal ini, menurut penulis, sedikit berbeda ketika mahasiswa mulai ‘membakar’ kursi rector kali ini dengan demo dan polling.

Pihak yang merasa tersengat melakukan lobi-lobi hingga pedekatan dengan lawan para elit mahasiswa yang sedang berkuasa. Namun lobi ini belum menuai hasil yang nyata. Perjalanan lobi, serta persiapan ‘amunisi’ untuk meraih kursi rector makin hangat untuk diikuti, mungkin isu kedua kedua setelah kasus teroris di unsyiah.

Namun terlepas dari itu semua, masyarakat kampus (mahasiswa-red) sebenarnya ingin adanya kenyaman dalam belajar. Mahasiswa bisa belajar tenang apa dicekcoki dengan politik kampus yang disuarakan oleh dosen dalam ruang kuliah. Tapi itulah yang sulit diraih saat ini, karena ‘pertempuran elit’
Telah berimbas pada mahasiswa.

Demo Tolak Pemilihan Rektor Lewat Senat
Puluhan aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Unsyiah, Jum’at (19/2) pernah menggelar aksi demostrasi menolak pemilihan Rector tersempat untuk periode 2010-2014. Para mahasiswa ini menuntut agar Rector Unsyiah kedepan, di pilih secara langsung oleh para mahasiswa dan dosen.

“System pemilihan rector melalui senat sekarang hanya akan menguntungkan salah satu kandidat saja. Ini tidak mencerminkan demokrasi yang diagung-agungkan selama ini serta terindikasi adanya kecurangan,”ucap salah seorang orator ketika memulai aksinya, saat itu.

Para aktivis mahasiswa ini membawa sejumlah karton bertulisan pemilihan curang mahasiswa jadi korban, anggota senat bergelar S1 salah siapa, serta meneriakan slogan anti otoriter.

Menurut Mujiburrahman, Presiden PEMA Unsyiah yang turut dalam aksi ini, demotrasi yang digelar pihakya ini bertujuan untuk mengajak semua pihak untuk memikirkan kembali masalah kampus hari ini. Pemilihan rector melalui senat fakultas yang hanya diwakili oleh beberapa orang saja, dinilai rawan kecurangan dan manipulasi.

“Bagaimana bisa seorang calon Rector juga bisa menentukan jumlah anggota Senat di Unsyiah, yang akan kembali memilihnya. Kita menuntut pihak rektorat Unsyiah untuk dapat melaksanakan pemilihan yang lebih demokratis tanpa juga mengabaiakan kewenangan para guru besar,”tandas dia saat ini.

Selain berorasi, puluhan mahasiswa ini juga berkeliling kampus untuk mendapatkan simpati dari mahasiswa dan dosen di berbagai fakultas. Para demostran ini, katanya meminta mahasiswa jangan lagi mau dibohongi oleh rezim rektorat yang ada saat ini.

Aksi ini juga di ikuti dengan aksi-aksi lain nya di kemudian hari. Ketika tuntutan pemilihan rektor Unsyiah secara langsung oleh para mahasiswa dan dosen, tidak lagi mungkin dilaksanakan. Para mahasiswa ini kemudian mengalihkan isu dengan tuntutan agar pemilihan rektor harus bisa membaca Al-Qur’an dan bebas korupsi.

Secara logika, aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa ini memang tidak ada kaitannya dengan pemilihan rektor yang dilakukan oleh senat. Tuntutan ini hanya sebagai ungkapan hati serta harapan dari mahasiswa untuk calon rektor Unsyiah kedepan.

Namun jika mau di analisis secara mendalam, adanya demo-demo yang terjadi selama ini cukup membangun opini publik serta menjatuhkan mental salah satu kandidat rektor di Unsyiah. Hal ini juga bisa jadi untuk dapat mengubah keputusan senat nantinya.

Sayangnya, demo-demo ini kemudian malah dihempuskan isu ‘permainan’dari salah satu kandidat. Keadaan inilah yang kembali ‘memanaskan’ Unsyiah serta menumbuhkan ‘genderang perang’ di tingkat kandidat rektor dengan pendukung di tingkat elit mahasiswanya.

Memenangkan Salah Satu Kandidat !
Selain demo-demo terhadap pemilihan rector periode 2010-2014. Mahasiswa Unsyiah melalui Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Unsyiah ternyata juga melakukan polling pemilihan rector. Hal ini ditanggapi secara pro dan kontra oleh para mahasiswa dan elit mahasiswa lainnya.

“Yang pilih kan bukan mahasiswa. Ngapain repot-repot buat polling segala. Emang apa yg anak PEMA buat akan sama dgn hasil rapat senat, gak kan.....! Wong yg mereka (Pema-red) harapkan adalah memenangkan salah satu kandidat,”ucap Faisal Radhi, salah seorang mahasiswa unsyiah.

“Polling ini bertujuan untuk memenangkan pihak tertentu. Aksi-aksi yang dilakukan oleh PEMA selama ini jelas mengarahkan isu public tentang kejelekan rector saat ini serta mengubah keputusan senat universitas nantinya,”ucap Safaruddin, Ketua BEM FKIP, kepada wartawan, kemarin.

Menyangkut hal ini, aktivis PEMA Unsyiah, Faisal, membantah bahwa pelaksanaan Polling yang diadakan oleh pihaknya tersebut bertujuan untuk memenangkan salah satu kandidat. Katanya, penyelenggaraan polling ini diarahkan oleh sembilan dosen dari sembilan Fakultas di Unsyiah.

“Arahan mencabutkan nama kandidat calon rector menurut versi mahasiswa juga harapan mereka. Kita ingin melihat dari beberapa nama tersebut siapa yang pantas menjadi rector unsyiah nanti menurut versi mahasiswa,”katanya.

Hal ini, kata dia, dilakukan atas pertimbangan yang mantang. Hasil d
ari Polling ini diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi positif terhadap para senat nanti sehingga apirasi mahasiswa bisa tertampung.

Sementara itu, Kepala Humas Unsyiah, A Wahab Abdi, kepada penulis juga sempat mengatakan pihaknya tidak mencemaskan adanya polling rector versi mahasiswa ini. Hal ini dinilai hanya sebagai kegiatan mahasiswa biasa seperti kegiatan lainnya.

“Kita mendukung karena ini tidak ada hubungannya dengan pemilihan rector Unsyiah. Rector dipilih oleh senat, serta bukan mahasiswa. Polling ini cuma sebagai wadah penampung aspirasi mahasiswa,”tandasnya.

Terlepas dari tudingan dan pembenaran dari masing-masing pihak menyangkut Polling tersebut. Pemilihan rector kali ini memang semakin menarik untuk di ikuti sehingga menjadi pembicaraan serius di kantin-kantin serta mushala di tiap fakultas.

Demokrasi di ‘Negara Mini’ Unsyiah
Seperti yang penulis ungkapkan tadi, bahwa kampus, terutama Unsyiah, bisa diibaratkan sebagai sebuah negara mini. Pemimpin ‘rektor’ didalamnya memiliki hak serta tanggungjawab menjalankan kekuasaan secara baik dan benar seumpama pemerintahan kita.

Namun yang sedikit membedakan dengan pengelolaan pada pemerintahan umumnya adalah adanya partai politik.

Selain itu, jika negara lebih fokus pada isu-isu politik untuk memenangkan program partai berkuasa, maka keberadaan kampus diharapkan dapat lebih fokus pada bidang pendidikan serta mengajari makna demokrasi yang sesungguhnya pada diri mahasiswa.

Jika proses pembelajaran demokrasi yang di dapatkan oleh mahasiswa di kampus tersebut nantinya adalah pembelajaran yang baik. Maka para mahasiswa ini juga akan mempraktekan hal yang baik pula saat kembali ditengah-tengah masyarakat nantinya. Sebaliknya, jika demokrasi yang didapatkan di kampus adalah pembelajaran buruk, maka hal itu juga akan dipraktekan saat ditengah-tengah masyarakat nantinya.

Hal inilah yang terjadi pada diri mahasiswa Unsyiah saat ini. Proses pembelajaran yang coba mereka (mahasiswa-red) ambil dari kampus atau universitas yang diberikan nama dari sosok ulama besar Aceh tersebut, hendaknya adalah yang terbaik sehingga bisa diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat nantinya.

Makna demokrasi dari pemilihan rektor Unsyiah yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini, diharapkan benar-benar adalah sebuah pembelajaran yang akan sangat berharga. Bukan pembusukan karakter serta politik saling menjatuhkan seperti yang sekarang terpraktekan disana.

Seperti ungkapan tadi, Unsyiah bukanlah ‘negara mini’ dengan menjalankan kepentingan partai di dalamnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Setiap pengunjung blog ini dapat mempostingkan komentarnya sesuai pendapat masing-masing mengenai isi blog ini. Pengelola berhak menyunting setiap komentar yang berbau SARA dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kritikan yang demokratis.

 
Free Host | lasik surgery new york