Meningkatnya jumlah kekerasan anak di Aceh beberapa tahun terakhir seenarnya adalah bukti ketidakpekaan Pemerintahan Aceh melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam mengimplementasikan Undang-Undang nomor 23 tahun 2003 dan qanun nomor 11 tahun 2008.
keberadaan dua peraturan yang seharusnya menjamin dan memberikan perlindungan terhadap hak anak untuk provinsi Aceh ini ternyata malah tidak berkutik ketika hak para anak cacat yang mencari sedikit ilmu pengetahuan di bukesra tertindas.
Ketika kasus pemerkosaan, kekerasan dan pelecehan seksual di Bukesra terungkap ke publik. Para pejabat pemerintahan di Aceh malah menganggap kasus ini berlalu seperti air yang mengalir.
Temuan ini tentu saja mengakibatkan kita untuk berasumsi tetap dua hal, yaitu masih lemahnya implementasi dan pengetahuan para pejabat Aceh tentang Undang-Undang nomor 23 tahun 2003 dan qanun nomor 11 tahun 2008 tentang Anak! Atau memang keberadaan anak dengan status penyandang cacat di Aceh yang masih belum diakui keberadaannya?
Hal ini perlu ditegaskan demi terpenuhinya hak-hak anak Aceh dimasa yang akan datang, terutama pasca terungkapnya kasus pemekorsaan dan kekerasan di Yayasan penyandang anak cacat Bukesra Aceh.
Yayasan Badan Usaha Kesejahteraan Para Cacat atau Bukesra Aceh sejatinya adalah sebuah yayasan yang diperuntukan untuk menampung dan mendidik para siswa cacat se-Aceh. Ketika semua sekolah lain menolak keberadaan anak tersebut karena kekurangannya, tetapi Bukesra malah diharuskn untuk menampung dan membinanya.
Dalam pembagian tugas Yayasan Bukesra di Aceh, sejatinya lembaga tersebut disiapkan untuk bisa menjadi sebagai rumah dan keluarga kedua bagi anak cacat Aceh.
Dengan segala keistimewaan yang diberikan seharusnya lembaga tersebut bisa menjadi syurga dunia bagi anak penyandang cacat. Namun yang terjadi di bukesra ternyata adalah kebalikan dari yang diharapkan selama ini.
Sejumlah anak penyandang cacat di tempat itu (Bukesra-red) akhirnya mengaku mengalami tindakan pelecehan seksual dan pemerkosaan, Kekerasan fisik dan metal.
Kemudian, pasca mencuatnya dugaan kasus permerkosaan siswi penyandang cacat di Yayasan Bukesra oleh pengurus yayasan setempat. Salah seorang penyandang cacat alumni yayasan Bukesra lainnya bernama Hanafiah, 41, yang kini tinggal di Desa Lambhuk, Kota Banda Aceh, kepada media , Senin (3/8), malah secara tiba-tiba membuat sebuah pernyataan mengejutkan.
“Ini sudah berlangsung sejak lama, bahkan sejak ketua yayasan sebelumnya Kini dia sudah meninggal. Siswi disana sering dilecehkan secara seksual dan dianiaya oleh Zainuddin. Korbannya terkait hal ini semasa saya saja mungkin sudah banyak, dan saya siap jadi saksi jika mereka hendak dipenjara,”akhirinya.
Pernyataan ini tentu saja mengejutkan semua pihak. Seumpaman pepatah yang mengatakan bahwa pagar makan tanaman, mungkin layak disandingkan dengan Bukesra.
pelecehan seksual dan pemerkosaan
para pengurus yang seharusnya bertugas mendidik dan menjaga para siswa cacat ini, ternyata juga tega ‘mengagahi’ keperawanan para siswi nya yang berkemampuan terbatas ini. Disinyalir, perilaku penyimpangan tersebut sudah berlangsung sejak lama di yayasan ini, serta “memakan’ banyak korban.
Data yang didapatkan oleh penulis, kasus ini sendiri terbongkar atas pengaduan sejumlah guru di yayasan setempat kepada pihaknya, Jum’at (31/7) lalu. Kasus ini juga telah dilaporkan oleh jajaran guru setempat, pada Poltabes Banda Aceh, pada 24 Juli lalu.
Dari pelaporan guru ini, salah seorang tersangka bernama Zakaria alias Jek, 40 tahun, yang selama ini bertugas sebagai tukang antar jemput ketua yayasan, telah ditangkap polisi. Dia dituduh telah memperkosa bunga (bukan nama sebenarnya-red), siswi SDLB Yayasan Bukesra asal Pidie.
Pengakuan para guru, pemerkosaan yang dilakukan oleh tersangka Jek terhadap bunga ini, terjadi pada 21 Juli lalu, pukul 15.00 Wib, di Asrama Putri Bukesra di Desa Jurong Pejera, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar. Perbuatan ini disinyalir, dilakukan tersangka Jek atas sepengetahuan ketua yayasan setempat, Zainuddin.
“Selesai di setubuhi, tersangka Jek ini sempat mengeluarkan ‘kencing’ berwarna putih di lantai, tetapi kemudian langsung dihapus oleh ibu ketua asrama putri. Kuat dugaan kasus ini turut melibatkan dia sehingga bukan cuma ada satu tersangka dalam kasus ini,”papar para guru pelapor tersebut.
“Saat ini, korban yang sudah diambil oleh keluarganya ini berada dibawah pengawasan KPAID. Kami minta polisi mengusut tuntas kasus ini, termasuk adanya indikasi lain berupa dugaan pelecehan anak lainnya yang disinyalir sering dilakukan oleh para pengurus yayasan setempat,” sebut mereka lagi.
Kekerasan fisik terhadap si cacat
Tidak hanya pemerkosaan, Tujuh pelajar di Yayasan Bukesra Aceh, Kamis (13/8) lalu, kembali melaporkan pengurus Yayasan setempat ke Poltabes Banda Aceh.
Pelaporan ini, berselang dua hari setelah sebelumnya keluarga korban pelecehan seksual anak di bawah umur ternyata juga melaporkan ketua yayasan setempat bernama Zainuddin ke Kepolisian Sector (Polsek) Ingin Jaya, Aceh Besar. Keluarga menuduh bahwa ketua yayasan ikut bersengkokol dengan tersangka.
Menurut ayah korban yang berinisiar SY ini, dirinya baru mengetahui pemerkosaan yang dialami oleh bunga (anaknya-red) setelah Ketua KPAID Aceh, Anwar Yusuf Ajad, datang kerumahnya di Pidie, pada 2 Agustus lalu. Padahal, tindakan pemerkosaan Zakaria terhadap anaknya itu telah terjadi pada 21 Juli lalu.
“Padahal, dalam rentang waktu 21 Juli hingga 2 Agustus, kami (keluarga-red) ada mengunjungi korban selama dua kali, yaitu 26 Juli dan 30 Juli, di Yayasan Bukesra. Namun pihak yayasan ternyata tidak pernah memberitahu adanya tindakan pemerikosaan ini kepada kami selaku orang tua korban. Ini yang kemudian kami sinyalir sebagai upaya persengkokolan,”papar ayah korban.
Kembali pada kasus kekerasan yang terjadi di bukesra. Para pelajar yang melapor ini adalah Khairul Huda, Rizki Nanda, Safriadi, Rizal serta Ibrahim yang melaporkan adanya perlakuan tindak kekerasan yang dilakukan oleh Kepala SMPLB Bukesra bernama Munawarman kepada mereka (pelajar-red).
Selain itu, pada saat yang bersamaan juga, para pelajar lainnya yang bernama Nuraisyiah dan Raziah yang menjadi saksi pada kasus pemerkosaan bunga, juga melaporkan pengurus Bukesra lainnya bernama Yuli dengan laporan pencemaran nama baik dan pengancaman.
“Kasus tindak kekerasan dilaporkan oleh pelajar bernama Khairul Huda CS dengan nomor laporan LPK/545/VIII/2009/SPK. Sedangkan pencemaran nama baik dan aksi pengancaman dilaporkan oleh pelajar Nuraisyiah dengan nomor laporan LPK/546/VIII/2009/SPK. Kita akan tindaklanjut kasus ini,”ucap Kapoltabes Banda Aceh, Kombes Pol Samsul Bahri melalui Kanit PPA Poltabes Banda Aceh, Aiptu Filman.
Sesuai dengan laporan ini, lanjut dia, khairul Huda CS yang didampingi oleh guru dan perwakilan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Aceh, mengaku mereka telah diperlakukan kasar oleh Murwarman. Para pelajar yang cacat ini mengaku sering dikasari dan ditampar.
“Puncaknya pada saat pelapor CS pulang dari jalan-jalan di penutupan Pka V, kemarin. Pelapor mengaku kalau pelaku langsung memukul mereka saat itu,”jelas dia.
Sementara itu, Nurasyiah, pelapor lainnya kepada polisi juga mengaku bahwa dirinya dan Raziah juga telah mendapatkan ancaman dari yuli selaku pengurus yayasan. Pasca terungkapnya kasus pemerkosaan di bukesra, mereka mengaku sering diancam .
“Puncaknya Rabu malam (12/8) kemarin, kami dipanggil oleh Buk Nur dan K’yuli. Kami dikatain dengan bahasa kasar seperti yak meulonte malam malam, lagee binatang tebit lam weu (pergi melacur malam-malam. Seperti binatang ke luar kandang-red). Padahal saya cuma beli sabun di kedai Lambaro,”paparnya.
“Kami tidak tahan lagi,”ucapnya.
Dikengkang saat mengadu
Sementara itu, terlepas dari kedua permasalahan ini, Ketua KPAID Aceh, Anwar Yusuf Ajad juga mengaku sangat menyesalkan adanya sikap tidak ramah dan arogasi yang diperlihatkan oleh Kapolsek Ingin Jaya kepada pelajar cacat yang hendak melaporkan kasus ini pada jajaran tersebut.
Menurut Anwar, mulanya para pelajar hendak melaporkan kasus tindak kekerasan dan pencemaran nama baik serta pengancaman ini pada Polsek Ingin Jaya. Hal ini didasari karena Yayasan Bukesra terletak di daerah kekuasaan hukum dari Polsek itu,
“Tetapi, saat kita hendak melapor kesana, dia (Kapolsek-red) langsung membentak-bentak pelajar. Kalian dari mana? Ini siapa?, dengan kata-kata emosional sehingga pelajar cacat ini ketakutan dan shock. Kemudian kita baru melaporkan kasus ini pada Poltabes Banda Aceh yang ternyata dilayani dengan baik,”ucap dia.
“Kita selaku lembaga anak sangat menyayangkan sikap Kapolsek yang tidak memberikan perlakuan khusus terhadap anak selaku pelapor ini, terlebih mereka cacat,”akhirinya.
Hanya Kasus Indivindu
Zainuddin, ketua Yayasan Badan Usaha Kesejahteraan Para Cacat (Bukesra) Aceh, pada Rabu (12/8) telah membantah bahwa dirinya telah bersekongkol dengan zakaria terkait aksi pemerkosaan anak umur di sekolah mereka.
Menurutnya, aksi yang dilakukan oleh Zakaria murni perbuatan asusila yang dilakukan secara pribadi tanpa melibatkan yayasan di dalamnya. Kasus ini dianggap sudah selesai perdebatannya karena sedang diproses secara hukum oleh jajaran Poltabes Banda Aceh.
“Jadi kalau dibilang saya terlibat dan dilaporkan ke Polsek Ingin Jaya oleh keluarga dengan dugaan saya bersekongkol dengan Zakaria karena menyembunyikan informasi pada keluarga itu tidak benar. Perbuatan ini malah tanpa sepergetahuan saya selaku pimpinan,”ucap dia kepada wartawan, kemarin.
Menurutnya, Yayasan Bukesra tidak pernah bermaksud menyembuyikan informasi Pelecehan Seksual yang dialami siswanya bernama bunga pada orang tuanya sendiri. Hal ini dinilai terjadi karena pihak yayasan sendiri tidak mengetahui kalau perbuatan ini telah terjadi di yayasan tersebut.
“Kami tidak mengetahui hal ini sudah terjadi. Bahkan Keluarga bunga yang mengaku pernah datang ke sekolah juga tidak pernah bertemu dengan saya,”bela Zainuddin.
Hingga hari ini, lanjutnya lagi, dirinya bahkan mengaku masih sangksi telah terjadinya pemerkosaan yang dilakukan oleh Zakaria terhadap bunga, siswi SDLB di Yayasan Bukesra. Bisa jadi, ungkap Zainuddin, keperawanan bunga hilang ketika dia berada di kampung halamannya saat liburan sekolah selama 21 hari.
“Soalnya waktu dia kembali ke sekolah dia tampak kurus. Tapi kalau zainuddin terbukti ya diproses secara hukum,”ucap Zainuddin.
Yang melaporkan kasus pemerkosaan, lanjut Zainuddin, adalah guru yang tidak sependapat dengan dirinya. “Hingga kini yayasan memang belum mengetahui duduk persoalan yang terjadi,”ucap zainuddin seolah hendak menegaskan ketidakterlibatan dirinya dalam kasus ini sambil mengakhiri pembicaraan saat itu.
Mengemis iba pejabat untuk si cacat
Penyelesaian hukum terhadap kasus kekerasan dan pemerkosaan yang terjadi di Yayasan Bukesra Aceh saat ini memang sedang diproses oleh jajaran kepolisian, serta jaksa.
Namun yang sebenarnya diperlukan pasca mencuatnya kasus ini adalah adanya peningkatan perhatian dan pengawasan serius Pemerintah Aceh melalui lembaga terkait terhadap keberadaan anak penyandang cacat.
Sikap tersebut dinilai langka dan jarang ditunjukan oleh para pejabat Aceh selama ini, bahkan bisa dikatakan tidak ada.
Para pejabat ini hanya menggelar sejumlah acara seremonial dan seminar di hotel-hotel besar dengan menggunakan anggaran yang diperlukan untuk anak. Sedangkan kegiatan yang bersentuhan langsung terhadap anak sangatlah jarang terjadi.
“Dari Permasalahan ‘Burung’, Hingga Hilang Mahkota,”
Hari itu, Senin (3/8) udara di Kota Banda Aceh terasa panas membakar berkali-kali lipat. Selain karena pengaruh panas terik matahari yang kian menyegat, mencuatnya kasus dugaan pemerkosaan di yayasan pembinaan anak penyandang cacat Bukesra, juga membuat sepasang suami isteri yang tinggal di Jln T. Iskandar, Desa Lambhuk, Kota Banda Aceh, tampak bermuka pias.
Maklum, pasangan suami isteri ini memang alumni yayasan Buskesra Kota Banda Aceh. Sebagai ‘orang dalam’ keduanya mengaku sudah paham benar dengan apa yang terjadi di bukesra selama ini. termasuk adanya perbuatan bejat para pengurus setempat kepada anak didiknya selama ini.
Pihaknya mengaku enggan berkomentar, karena takut sama pengurus Yayasan. Terlebih karena kekurangan yang mereka miliki ini.
“Lebih baik suami saya saja mengatakan hal ini. Beliau lagi sembayang,”ucap nurlaili, pada rombongan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Aceh saat bertandang ke tempatnya. Penderita cacat mental ini cuma menatap mobil yang berlalu di dekat tempat tinggal mereka, ruko berlantai dua itu.
Selama lima menit, Hanafiah, turun mendekati rombongan. Suami Nurlaili ini berstatus sebagai penyandang cacat mata. Pria yang berprofesi sebagai tukang urut ini menyapa hangat gombongan yang hadir, termasuk wartawan.
“Ini sudah berlangsung sejak lama, bahkan sejak ketua yayasan sebelumnya. Kini dia sudah meninggal. Siswi disana sering dilecehkan secara seksual dan dianiaya. Korbannya in, sejaki masa saya di bukesra saja mungkin sudah banyak, dan saya siap jadi saksi jika mereka hendak dipenjara,”ucapnya secara tiba-tiba. Tampak emosinya keluar saat itu.
“Banyak yang tahu persoalan ini, kemudian dipecat secara tiba-tiba oleh yayasan. Saya juga termasuk, karena saya bela kebenaran, ya di pecat dari pengurus yayasan,”ucap hanafiah.
“Dulu tukang masaknya Husna. Namun di pecat karena takut dibongkar aib mereka, kemudiah saya, dan terakhir zulakha yang kami percayain,”tuturnya lagi.
“Isteri saya juga disuruh pegang (maaf red-kemaluannya) zainuddin waktu dia belum jadi ketua yayasan seperti sekarang. Tetapi dia cuma sekali,”paparnya lagi, kemudian termenung dan diam seribu bahasa. Seperti orang yang sedang menahan gejolak amarah.
Selain nurlaili dan hanafiah, kasus pelecehan ini juga dialami oleh bunga (bukan nama sebenarnya-red), 12, asal Pidie. Ketika ditemui oleh wartawan di KPAID, ketakutannya masih tampak jelas dimatanya. Sehingga sepatah katapun tidak meluncur dari bibirnya yang mungil. Dia takut,..
“Dia mengaku diperalat oleh tersangka Jek yang kini ditahan oleh Poltabes Banda Aceh. Menurut pengakuan bunga, dia cuma diberikan uang seribu perak usah dgauli,”usah Anwar ketua KPAID Aceh.
Ya, ketiga penyandang cacat mengaku diperalat. Diantara ratusan korban pelecehan ini, baru mereka yang mau bersuara. Lainnya mungkin belum, atau takut.
Menurut data yang diperoleh wartawan, Yayasan Bukesra sendiri hingga 19 Juni 2009 masih ‘membina’ 47 anak penyandang cacat yang belum diketahui kondisi sesungguhnya dari mereka hingga kini. Terutama pasca terungkapnya kasus ini, entahlah...murdani
Review Pintu, Aplikasi Trading Crypto dan Investasi Aset Digital
2 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Setiap pengunjung blog ini dapat mempostingkan komentarnya sesuai pendapat masing-masing mengenai isi blog ini. Pengelola berhak menyunting setiap komentar yang berbau SARA dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kritikan yang demokratis.