Gadis kecil berkulit sawo mantang ini memiliki senyuman yang amat menawan. Padahal, dirinya merupakan salah satu saksi hidup tentang perihnya kehidupan masyarakat Aceh semasa konflik.
Gadis ini bernama Mastura. Kini dia berumur 11 tahun, asal Gampong Tanjong, Idi, Kabupaten Aceh Timur. Bocah berwajah polos ini menderita kelumpuhan setelah peluru nyasar menempus kepalanya, sekitar sepuluh tahun yang lalu. Kondisinya yang lumpuh ini membuat dirinya tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak seperti bocah lainnya pasca damai di Aceh. Selama sepuluh tahun terakhir, dilaluinya hanya dalam sebuah kamar kecil di desa kelahirannya itu.
“Mastura lumpuh sejak kecil. Ini berawal dari peluru nyasar yang menembus kepalanya sekitar sepuluh tahun lalu. Waktu itu Aceh sedang konflik,”kisah Rukiyah, 49, orang tua Mastura, saat ditemui oleh wartawan di kantor Lembaga Advokasi Buruh dan Nelayan Aceh (Labna), Jum’at (8/7).
Dia mengisahkan, malapetaka yang menimpa putri bungsunya tersebut terjadi pada pertengahan 2002 lalu. Sebagaimana keadaan daerah konflik pada umumnya, suasana Gampong Tanjong, kecamatan Idi, saat itu sedang sangat mencekam. Suara rentetan senjata api dan bom meletus hampir saban hari serta sering menewaskan masyarakat sipil yang tidak bersalah. Naas, Mastura yang masih berumur 13 bulan pun ikut menjadi korban.
Dan, pada hari serta bulan yang tidak lagi diingat oleh Rukiyah. Saat itu, untuk kesekian kalinnya terjadi kontak senjata antara TNI dan GAM di Gampong Tanjong. Dirinya tanpa sengaja membawa Mastura keluar rumah guna menghirup udara segar.
”Tiba-tiba suara rentetan senjatapun kembali terdengar. Saya coba berlindung dan menutup tubuh Mastura. Namun pas saya memegang kepala dia, terlihat darah. Saat itulah, saya baru sadar bahwa Mastura telah menjadi korban peluru nyasar,”papar Rukiyah.
Pasca insiden tersebut, lanjut dia, pihaknya langsung melarikan Mastura ke RS Langsa. Seminggu kemudian dirujuk ke RS Adam Malik, Medan. Disana, nyawa Mastura dapat diselamatkan dan bocah tersebut mulai sadarkan diri.”Kami juga sempat membawa Mastura ke RS Mutiara di Medan. Saat itu, ada orang yang baik hati yang mau membiayai pengobatan anak saya,”ungkap janda yang ditinggal cerai suaminya ini.
Setelah keadaan Mastura semakin membaik. Pihak keluarga kemudian kembali membawa pulang dirinya ke kampung halaman. Sayangnya, saat itu keluarga tidak sadar kalau bayi mereka mulai lumpuh. Keadaan ini baru diketahui saat usia Mastura memasuki tahun ke 5 dan ke 6. Sebagaimana bayi pada umumnya, pada tahun-tahun tersebut seharusnya Mastura sudah mampu berjalan dan berbicara.
Keanehan lainnya, lanjut dia, tiap malam Masyura selalu dihantui oleh rasa sakit dan mimpi buruk. Keadaan ini selalu berulang pada pukul 02.00 dini hari. Selain itu, sejak terkena peluru nyasar, bocah Mastura juga tidak bisa mengontrol buang air sendiri.
”Kami biasanya membawanya ke dukun atau tabib kampung. Tapi tidak sembuh-sembuh juga. Akhirnya, setelah 10 tahun, kini saya kembali mencoba mengobatinya ke rumah sakit. Saya berharap dia bisa segera normal seperti anak lainnya,”pungkas Rukiyah.
Sayangnya, tambah dia, selama perawatan Mastura, dirinya tidak lagi dapat bekerja sebagai pedagang makanan seperti biasanya. Padahal, dari jerih payah pekerjaan tersebutlah mereka hidup selama ini. Nafkah terhadap dirinya dan biaya pengobotan Mastura saat ini ditanggung oleh anak yang paling tua. ”Saya berharap ada dermawan yang tergerak hati untuk membantu anak saya sembuh. Saya Cuma ingin mastura sehat,”akhiri dia. Apakah yang hendak membantu ?
Review Pintu, Aplikasi Trading Crypto dan Investasi Aset Digital
2 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Setiap pengunjung blog ini dapat mempostingkan komentarnya sesuai pendapat masing-masing mengenai isi blog ini. Pengelola berhak menyunting setiap komentar yang berbau SARA dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kritikan yang demokratis.