Kamis, 20 Januari 2011

Membongkar ’Peti-Es’ Korupsi Fahmul Qur’an


Hampir sebulan lebih media massa sudah mengembar-gemborkan adanya dugaan korupsi di pelatihan fahmul qur’an dengan anggaran 15 miliar pada APBA 2010.Namun jaksa dan kepolisian, sepertinya kesulitan untuk membongkar ’peti-es’ korupsi para elit itu.

Awal kasus ini terbongkar saat ratusan guru dari Aceh Besar dan Kota Banda Aceh yang mengikuti pelatihan Fahmul Qur’an angkatan ke sembilan di komplek Yayasan Fajar Hidayah Blang Bintang, Kamis (25/11) tahun lalu. Para peserta ini memprotes tindakan panitia setempat yang sengaja ’menyunat’ dana pelatihan milik mereka. Jatah uang saku untuk 300 guru se-angkatan pelatihan itu dipotong hingga setengah dari dana yang dialokasikan.

Menurut Subki, salah seorang peserta pelatihan kepada penulis yang hadir ke lokasi mengaku, panitia setempat meminta para guru untuk menandatangani pernyataan telah menerima uang sebesar Rp2.100.000 sebagai uang saku untuk pelatihan Fahmul Qur’an selama 15 hari. Namun dana yang diberikan cuma Rp1.050.000.

”Ini membuktikan ada yang tidak beres, makanya guru-guru ini melakukan protes dan tidak mau menandatangi absensi tersebut. Alasan-alasan yang diberikan oleh panitia disini tidak ada yang masuk akal,”ungkapnya.

Kata dia lagi, sesuai dengan surat pengantar yang diberikan kepada para guru sebagai TOR kegiatan, masing-masing dari peserta seharusnya diberikan dana Rp70.000/hari sebagai iuran untuk sewa kamar tidur dan uang makan sebesar Rp80.000 perhari.

Namun, lanjutnya, oleh panitia setempat ternyata meminta peserta untuk kembali ke rumah masing-masing ketika malam hari tiba. Sedangkan untuk makan disediakan oleh panitia yang menunya dianggap sangat buruk.

Dengan alasan-alasan tersebut, jumlah uang saku peserta akhirnya dipotong hingga setengah. Namun di absensi, panitia tetap meminta para guru untuk menandatangi biaya uang saku yang di terima sebesar Rp2.100.000.

”Jadi jika ditotalkan jumlah uang yang disunat oleh panitia sebesar Rp300 juta. Jumlah ini tentu bukan jumlah yang sedikit. Pelatihan ini kerjasama dengan Dinas Pendidikan Aceh. Pada angkatan pelatihan sebelumnya juga mengalami hal yang sama, tapi mereka tidak protes,”ungkap guru lainnya.

Menyangkut hal ini, sekitar pukul 12.00 WIB, H. Mirdas Eka Yora Lc. M.Si, Direktur Fajar Hidayah akhirnya dihadirkan ke tengah-tengah massa guru, pada hari yang sama. Dirinya kemudian membenarkan adanya pemotongan anggaran ini.

Kata dia, hasil potongan anggaran tersebut akan dialoksikan kepada anak yatim yang bersekolah disana (Fajar Hidayah-red).”Saya harap anda-anda semua harus ikhlas. Gaji guru-guru disini juga belum dibayar hingga lima bulan,”ucap dia.

Mendengar hal ini, sejumlah guru kembali protes. Menurut mereka, alokasi dana untuk yatim piatu di sekolah tersebut telah dialokasikan melalui APBA 2010 dan Baitur Mal hingga miliaran rupiah. Para guru menilai alasan yang dikemukan oleh Mirdas dinilai terlalu mengada-gada.

Tidak hanya itu, Yayasan Fajar Hidayah Blang Bintang disinyalir juga telah ’menyunat’ dana peserta Pelatihan Fahmul Qur’an dari delapan angkatan belajar sebelumnya. Parahnya, dari guru –guru angkatan tersebut jumlah dana yang dipotong jauh lebih besar. Dari total Rp2.100.000 yang seharusnya menjadi hak guru, dana yang disalurkan ternyata cuma Rp600.000.

”Namun selama ini tidak ada yang protes karena dana ini di kirim saat peserta sudah kembali ke daerahnya masing-masing. Kami baru tahu kasus ini menimpa semua peserta pelatihan,”ungkap Rakjab, guru peserta Pelatihan Fahmul Qur’an angkatan ke-enam.

Menurutnya, berdasarkan pengalaman pribadi dirinya saat mengikuti Pelatihan Fahmul Qur’an angkatan ke enam di Fajar Hidayah. Yayasan tersebut ternyata bekerjasama dengan Bank Muamalat di setiap proses pendistribusian jatah uang saku peserta.

Diakhir pelatihan, lanjut dia, peserta akan dihubungi oleh salah staf bank swasta tersebut dengan tujuan pembukaan rekening. Tujuannya, uang saku dari Pelatihan Fahmul Qur’an akan dikirim melalui rekening baru tersebut.

”Mungkin untuk mencegah timbulnya protes dari peserta secara langsung. Diakhir acara, panitia juga mengatakan dana tersebut akan di potong untuk disumbangkan ke yatim piatu yang sedang belajar di Fajar Hidayah,”ungkapnya.

Menyangkut hal ini, pihak juga mendengar adanya keluhan yang hampir sama dari sejumlah guru lainnya di Aceh. Perilaku pemotongan uang saku guru ini dinilai ilegal dan Pelatihan Fahmul Qur’an terindikasi adanya praktek korupsi.

Pemotongan dana ini, tambah dia, terjadi bervariasi. Dirincikanya, untuk pelatihan angkatan ke enam dan ke tujuh di tahun 2009 lalu, jumlah dana yang disalurkan ke guru cuma Rp600.000 ribu perorang.

Sedangkan untuk angkatan delapan dan sembilan yang dimulai di tahun 2010, jumlah dana yang disalurkan Rp1.050.000. ”Dugaan korupsi di pelatihan ini sangat besar. Makanya kita minta kejaksaan untuk mengusut tuntas kasus ini,”akhirinya.

Sementara itu, Rusdi Aries, Kabid Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Aceh, yang coba dikonfirmasi oleh wartawan, mengaku dana yang terserap untuk kegiatan ini sudah hampir mencapai 11 miliar rupiah untuk tahun 2010. Dirinya berharap kegiatan ini bisa terlaksana dengan lancar.

Pemerintah Aceh juga berkilah bahwa pemotongan-pemotongan dana untuk ribuan guru di dalam pelaksanaan Pelatihan Fahmul Qur’an telah sesuai dengan arahan dan Peraturan Gurbernur (Pergub).

Selain itu, Pemerintah Aceh juga tetap masih mempercayakan Fajar Hidayah sebagai pelaksana kegiatan tersebut.

”Pemotongan-pemotongan itu telah sesuai dengan aturan hukum dan arahan Pergub. Jadi tidak bisa dikatakan sebagai korupsi,”ungkap Rusdi Aries, Kabid Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Aceh dalam koferensi press di Kantor Gubernur, beberapa waktu lalu.

Konferensi press ini dilaksanakan sesuai adanya rapat bersama yang dpimpin langsung oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, serta menghadirkan Sekda Aceh, Sekda Kabupaten Aceh Besar, perwakilan MPU Aceh, perwakilan dari Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Aceh, serta pimpinan Fajar Hidayah, menyangkut permasalahan yang terjadi di Fajar Hidayah.

Menurut Rusdi, Rp2.100.000 yang dialokasikan perserta Pelatihan Fahmul Qur’an merupakan total anggaran. Namun dana ini harus dipotong lagi untuk keperluan honor tutor, makan, sewa kamar serta keperluan lainnya. Dana yang disalurkan senilai Rp1050.000 perpeserta dinilai merupakan uang sisa kegiatan atau uang saku.

Katanya lagi, per-angkatan uang saku yang disalurkan berbeda-beda sesuai dengan jarak tempuh seorang guru untuk mengikuti pelatihan. Perbedaan ini dinilai hal yang wajar dan sesuai dengan arahan Pergub. ”Jadi tidak ada istilah korupsi seperti yang diberitakan,”ungkap dia.

Tapi di sisi lain, saat ditanya oleh wartawan, bahwa adanya indikasi mark up yang dilakukan oleh panitia dari jatah makan peserta dan sewa kamar. Rusdi dan sejumlah petinggi lainnya yang hadir tidak membantah hal ini.

Rusdi mengakui bahwa alokasi dana Rp80 ribu perguru untuk makan perharinya tidak sesuai jatah makanan yang disajikan. Jatah makan guru yang disajikan panitia diduga tidak sampai menghabiskan dana Rp20 ribu perhari. Dengan artian, adanya dugaan mark up Rp60 ribu dari uang makan perharinya yang dikalikan 15 hari untuk 300 guru perangkatan.

Dugaan mark up dari poin ini mencapai ratusan juta rupiah perangkatannya. Demikian juga dana sewa kamar Rp70 ribu perserta juga dinilai sesuai dengan harapan. Tindakan panitia yang menempatkan para guru dalam sebuah ruangan besar dengan kapasitas mencapai 40 orang dinilai tidak layak. Padahal, dari anggaran yang tersedia seperti Rp70 ribu perguru dinilai layak penyewaan losmen atau hotel secara murah.

”Ini kita akui. Tidak mungkin mendapatkan keuntungan yang besar dari modal yang sedikit. Kita sedang pelajari hal yang tidak tidak sesuai, pada amprahannya nanti (pencairan-red) jika tidak sesuai tidak kita cairkan kita juga telah minta pada fajar hidayah agar katering tidak lagi di masak oleh siswa dan guru kedepan,”ungkapnya.

Menyangkut hal ini, H. Mirdas Eka Yora Lc. M.Si, Direktur Fajar Hidayah, mengatakan pihaknya tidak pernah melakukan korupsi. Pihaknya mengaku bekerja ikhlas dan telah berbuat yang terbaik bagi peserta.

”Ngimana kami melakukan pemotongan, dana untuk Pelatihan Fahmul Qur’an saja masih belum dicairkan oleh dinas. Selama ini, biaya pelatihan ini ditanggung sendiri oleh Fajar Hidayah dengan mengutang pada pihak ketiga,”ungkap dia.

Sedikit keanehan dari jawaban Mirdas terdapat pada persoalan jatah makan guru. Menurutnya, biaya makan untuk guru Rp80 ribu perhari telah sesuai dengan menu yang disajikan.

Selanjutnya, di depan petinggi Aceh, Mirdas juga mengatakan tidak pernah meminta dilakukannya pemotongan uang saku guru untuk anak yatim piatu Fajar Hidayah. Padahal, pengakuan ini sempat diungkapkannya dihadapan ratusan guru angkatan sembilan sehingga menuai protes.

Diluar permasalahan itu, Sekda Aceh, T. Setia Budi mengatakan Pelaksanaan program Fahmul Qur’an tetap dilanjutkan. Pemerintah Aceh, katanya, tetap mempercayakan Yayasan Fajar Hidayah sebagai pelaksana kegiatan ini meskipun dengan sejumlah catatan. ”Kita akan minta Satpol PP untuk berjaga-jaga disana. Selain itu, polisi juga akan mengusut tuntas kasus kerusakan yang terjadi,”ucap dia.

Keanehan di Proyek Fahmul Qur’an
Bagi penulis, pelaksanaan Proyek Fahmul Qur’an tahun 2010 kerap ditemukan sejumlah keanehan. Namun keanehan ini sepertinya luput dari perhatian dari polisi dan jaksa yang memang sudah di didik khusus untuk sensitif pada setia kasus dugaan korupsi.

Keanehan yang pertama adalah proses penunjukan langsung (PL) pada Proyek Fahmul Qur’an kepada Yayasan Fajar Hidayah. Seharusnya, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 95 tahun 2007 tentang perubahan ketujuh atas keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, setiap proyek diatas 50 juta haruslah melewati proses tender terbuka terlebih dahulu. Hal ini adalah sebuah transparansi publik yang diamanahkan oleh undang-undang, tetapi tidak dijalankan oleh Pemerintah Aceh.

Keanehan yang kedua adalah temuan korupsi yang tidak ditindaklanjuti. Adanya anggaran Fahmul Qur’an tahun 2010 sebesar 15 miliar untuk melatih lebih kurang 1500 guru patut dipertanyakan. Pasalnya, jumlah 1500 guru ini jika dikalikan dengan Rp2.100.000 (jatah perorangan guru-red) maka hanya menghabiskan Rp3, 15 miliar, selebihnya (sekitar 11 miliar-red) belum diketahui pengalokasiannya hingga sekarang. Bahkan, disinyalir alokasi dana dari 2, 1 juta jatah guru tersebut juga diduga kembali disunat melalui item penginapan dan menu yang tidak sesuai dengan standar.

Keanehan ketiga adalah sejumlah dewan yang sebelumnya sempat mengencam adanya dugaan korupsi di pelatihan ini kemudian diam seribu bahasa. Diamnya para dewan ini menimbulkan kecurigaan publik. Pasalnya, saat pertama kali kasus ini mencuat, para wakil rakyat tersebut tampak sangat vokal dan menyuarakan ketidakberesan hal itu.

Sedangkan keanehan yang keempat adalah keberadaan Yayasan Fajar Hidayah selaku pendidikan juga patut dipertanyakan. Pasalnya, para petinggi di kelembagaan tersebut saat ini sepertinya sibuk mengurusi pelatihan fahmul qur’an sehingga melupakan tugas utama untuk mendidik para siswa.

Jika hal ini dibiarkan maka dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi perkembangan peserta didik di sana. Apalagi, mayoritas dari peserta didik yang sedang menempuh pendidikan di Yayasan Fajar Hidayah adalah para yatim piatu korban tsunami yang membutuhkan pendidikan tinggi untuk mencapai cita-citanya.

0 komentar:

Posting Komentar

Setiap pengunjung blog ini dapat mempostingkan komentarnya sesuai pendapat masing-masing mengenai isi blog ini. Pengelola berhak menyunting setiap komentar yang berbau SARA dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kritikan yang demokratis.

 
Free Host | lasik surgery new york