Jumat, 14 Mei 2010

Maaf! Masyarakat Miskin Aceh Dilarang Sakit


Usia kemerdekaan Negara Indonesia memang sudah mencapai 64 tahun. Namun kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya, masih sulit dicapai, termasuk kemerdekaan dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai dari negara ini. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kasus yang terjadi di Provinsi Aceh belakangan ini.

Adalah Zubaidah, 42, Pasien miskin asal Desa Pante Riek, Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh, terancam nyawanya karena menderita kanker ganas di payudara kanannya. Kasus lain adalah Maini Nurdin, 37, pasien miskin asal Gampong Cot Laweung, Kabupaten Pidie, yang menderita tumor rahang.

Namun karena tidak memiliki biaya, kedua pasien tersebut di telantarkan oleh Rumah Sakit Zainun Abidin (RSUZA) saat berobat disana. Kedua kasus ini juga memberikan gambaran kepada public, berapa sudahnya masyarakat miskin memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai.

Sebuah fameo yang berkembang di masyarakat saat ini, seperti warga miskin dilarang sakit, mungkin ada benar. Paling tidak, hal inilah yang di dapatkan berdasarkan rangkaian kenjadian selama ini.

Menurut Warsida, anak pasien Zubaidah, kenjadian yang menimpa orang tuanya ini bermula seminggu lalu. Saat itu, ibunya mengeluh kesakitan di payudara sebelah kanan. Dipayudara orang tuanya tersebut muncul sebuah benjolan sebesar kelereng dan 4 hari kemudian bertambah besar menjadi 5 x5 CM.

“Akhinya kami coba bawa ibu ke tempat praktek dr.Ismet yang merupakan ahli bedah. Dokter tersebut mengatakan ibu perlu segera dioperasi karena penyakitnya parah, tetapi harus dilakukan di RS Fakinah, dan biaya operasinya sekitar 10 juta, belum termasuk obat. Dengan alasan tidak memiliki biaya, ibu terpaksa kami bawa pulang,”jelas dia.

Lanjut dia, namun karena ibunya (pasien-red) terus mengeluh kesakitan, akhirnya pada Minggu (2/5), keluarganya kembali membawa pasien untuk berobat ke IGD RSUZA. Lagi-lagi, dokter disana juga menyarankan agar pasien segera di operasi, tetapi harus di rumah sakit lain (bukan RSUZA-red) yang secara otomatis juga memerlukan biaya belasan juta.

“Dosen disana mengatakan jika di tetap memaksa operasi di RSUZA, maka ibu (pasien-red) harus menunggu antrian. Saat itu sudah ada 25 orang pasien yang menunggu operasi dengan jatah operasi 2 orang perminggunya. Jika kami ikut saran dokter ini, maka secara otomatis ibu akan sangat menderita sehingga sekitar jam 01.00 dini hari yang sama, kami terpaksa kembali membawa ibu keluar rumah sakit,”jelasnya.

Setelah berembuk dengan keluarga, lanjut Ida, pada Rabu (5/5) pihaknya kembali membawa pasien ke bagian Poli Bedah milik RSUZA. Disana, tanggapan dokter, kembali mengecewakan keluarga. Menurut dokter, ahli bedah yang dimiliki oleh RSUZA saat ini adalah dr. Ismet yang sejak 3 bulan lalu tidak masuk kerja karena tidak pernah dibayar oleh rumah sakit.

“Dokter disana mengaku kecewa dengan RSUZA sehingga lebih memilih berkerja di tempat praktek daripada rumah sakit. Ini yang kembali membuat kami kecewa dan pulang dengan tangan hampa. Hingga kini, kondisi ibu cuma dapat terbaring di tempat tidur dan hanya mengkomsumsi pil penghilang rasa nyeri dan sakit,”tutur dia.

“kami sangat berharap ada pihak-pihak dermawan yang menolong ibu dan membiayai operasi. Selain itu, kami hanyak bisa pasrah,”harapnya.

Tidak hanya Zubaidah. Akibat adanya perseteruan jajaran manajemen dengan dr. Ismet, seorang ahli spesial bedah di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) Kota Banda Aceh, membuat operasi tumor rahang pasien pemegang kartu Jamkesmas tertunda.

Kasus kali ini menimpa Maini Nurdin, 37, pasien miskin asal Gampong Cot Laweung, Kabupaten Pidie. Pasien yang diagnosa menderita tumor rahang ganas ini mengaku dirugikan akibat konflik yang terjadi di RSUZA sehingga yang bersangkutan tidak kunjung dioperasi.

“dr. Ismet menolak melakukan operasi terhadap anak saya di RSUZA karena adanya konflik dengan rumah sakit tersebut. Jika ini terus dibiarkan berlarut maka akan berdampak buruk bagi kesehatan anak saya,”ucap Nurdin, 63, ayah dari pasien Maini, kemarin.

Menurut Nurdin, seharusnya tumor rahang yang menimpa Maini akan dilakukan operasinya pada pertengahan Mei ini. Operasi tumor rahang ini juga akan dilakukan oleh dr. Ismet selaku dokter spesial bedah tumor yang dimiliki rumah sakit itu.

Namun, lanjut dia, dalam berapa hari terakhir ini, dr. Ismet kembali memaparkan untuk tidak akan melakukan operasi di RSUZA. Keluarga dari pasien miskin tersebut disarankan untuk merujuk pasien di rumah sakit lain, kecuali RSUZA, agar dapat segera dioperasi.

“Namun jika di rujuk ke rumah sakit lagi, kami tidak mampu membiayai operasi itu karena kami cuma warga miskin dan pemegang Jamkesmas. Apalagi, uang yang saya miliki saat ini, sudah habis saya gunakan untuk membeli perlengkapan operasi,”ucap Nurdin.

Menyangkut hal ini, Husaini, Humas RSUZA yang dikonfirmasi wartawan, mengakui adanya kasus ini walaupun tidak sedramatis dan serumit yang diungkapkan oleh keluarga pasien. Permasalahan ini, dikatakan sudah dilaporkan ke Wakil Direktur (Wadir) bidang pelayanan dan sedang dicari solusi terbaik bagi pasien.

“Memang permasalahan dr. Ismet sedang dicarikan solusi. Kita akan usahakan untuk mengoperasi pasien Maini sesuai dengan jadwal. Namun jika dr. Ismet juga tetap tidak mau melakukan operasi, pasien akan kita rujuk ke Medan dengan biaya ditanggung penuh oleh manajemen RSUZA sehingga tidak ada yang dirugikan,”jelas Husaini.

Keluarga pasien, tambahnya, diminta untuk tidak panik terhadap keadaan ini. pihak manajemen juga akan berusaha semaksimal mungkin untuk membantu pasien ini hingga operasinya tuntas.

Sementara itu, menurut informasi yang diperoleh, keputusan penolakan operasi yang dilakukan oleh dr. Ismet belakangan ini, dikarena kekecewaan mendalam dokter yang bersangkutan terhadap manajemen RSUZA yang dinilai tidak profesional. Dokter tersebut disinyalir tidak lagi menerima jatah dari program Jamkesmas selama setahun terakhir.

“Maka dokter menolak operasi. Yang bersangkutan juga sudah siap apabila dipindahkan dari RSUZA,”ucap sumber yang tidak mau disebutkan namanya itu, kemarin.

Jika kita mencoba untuk mencari akal permasalahan yang menimpa kedua pasien ini, jelaslah bahwa faktor kemiskinan yang menyebabkan pelayanan kesehatan yang hendak mereka peroleh sulit didapatkan. Dalam arti lainnya, negara kita ini belum lah mampu memberikan pelayanan kesehatan yang memadai bagi warga nya.

Negara kita yang ‘katanya besar’ ini hanya mampu menciptakan pepatah, seperti, jangan tanya apa yang negara berikan padamu, tetapi tanyalah apa yang kamu mampu berikan untuk negara. Keadaan inilah yang menurut penulis, telah membuat negara kita sedikit egois, serta hanya memikirkan besarnya pendapatan daripada pelayanan rakyat.

Rombak Total Manajemen RSUZA
Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pernah meminta Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, untuk segera merombak total jajaran manajemen di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) kota Banda Aceh. Hal ini dinilai penting guna mengakhiri konflik internal yang sedang terjadi di rumah sakit negara itu, yang berimbas pada buruknya pelayanan masyarakat disana.

“Kita meminta Gubernur Irwandi untuk melakukan langkah cepat dalam menanggani konflik yang sedang terjadi di RSUZA Banda Aceh saat ini. Salah satu yang Kita (dewan-red) anggap perlu dilakukan segera adalah merombak manajemen di sana,”ucap Ketua Komisi F Bidang Kesra DPRA, M. Yunus Ilyas, Selasa (11/5).

Menurutnya, konflik internal yang terjadi di RSUZA saat ini, terjadi karena penanganan manajemen yang salah. Pihak yang dinilai harus bertanggungjawab atas terabaikannya sejumlah pelayanan kesehatan bagi pasien Jamkesmas belakangan ini, adalah Direktur RSUZA dan Gubernur Irwandi Yusuf sendiri.

Kasus yang menimpa Zubaidah, pasien miskin yang menderita tumor payudara asal Desa Pante Riek, Kecamatan Lueng Bata dan Maini Nurdin, 37, pasien miskin penderita tumor rahang asal Gampong Cot Laweung, Kabupaten Pidie, dinilai hanyalah dua kasus yang baru terungkap ke public.

Yunus menyakini, hal yang sama juga menimpa pasien miskin lainnya saat berobat disana (RSUZA-red), tetapi tidak terokpos media. Keadaan ini diminta harus segera diakhiri hingga masyarakat Aceh tidak memandang negative pada pemimpin Aceh saat ini.

“Cuma kita (dewan-red) juga sangat menyayangkan sikap dokter yang melakukan aksi protes melalui penolakan operasi pasien miskin. Seharusnya ada cara-cara lain yang lebih bijaksana dan sesuai dengan sumpah pekerjaan yang pernah diucapkan dulu,”jelas M. Yunus lagi.

Dewan, tambahnya lagi, meminta dokter yang bekerja di RSUZA saat ini untuk dapat mendepankan kode etik pekerjaan diatas segalanya. Sedangkan masalah kekecewaan dokter pada manajemen RSUZA, dapat dilaporkan kepada pihaknya untuk diselesaikan.

“Pokoknya, kedepan kita minta tidak merugikan pasien miskin lagi. Pelayanan kesehatan bagi warga miskin harus dikedepankan sehingga kasus yang sama tidak terulang,”akhirinya.

Pemintaan dewan ini, memang ada benarnya. Paling tidak, akan permasalahan atau konflik yang sedang terjadi antara dokter dengan manajemen di RSUZA janganlah merugikan masyarakat. Hal inilah yang sedang terjadi di RSUZA sehingga harus segera ditangani, termasuk dengan merombak manajemen di rumah sakit plat merah itu.

Antara Realita dan fakta yang jauh berbeda
Amanat UUD Negara RI 1945 Amandemen IV sebenarnya telah menyebutkan, bahwa negara bertanggung jawab memberi layanan kesehatan (Pasal 28 H Ayat (1)), hak untuk bebas dari perlakuan diskriminatif (Pasal 28 I (2)), serta hak atas kepastian hukum dan keadilan (Pasal 28 D Ayat (1) dan Pasal 28 I Ayat (1)) bagi setiap warga negara, termasuk perempuan.

Namun hal inilah yang tidak terpraktekan di Aceh saat ini. Dengan serangkaian kasus yang pernah terjadi, pelayanan kesehatan di Aceh saat ini, sepertinya masih diperuntukan untuk warga yang berada di kasta menengah ke atas.

Sedangkan bagi rakyat miskin ! berharaplah supaya tidak pernah sakit. Jika tidak, hal tersebut akan berakibat fatal jadi, minimal seperti kedua kasus tadi. Turun tangan dari Pemerintah Aceh menyangkut kemelut yang terjadi saat ini, sangatlah diperlukan.

0 komentar:

Posting Komentar

Setiap pengunjung blog ini dapat mempostingkan komentarnya sesuai pendapat masing-masing mengenai isi blog ini. Pengelola berhak menyunting setiap komentar yang berbau SARA dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kritikan yang demokratis.

 
Free Host | lasik surgery new york