Klaim adanya golongan ‘kiri kanan’ telah lama terjadi di tengah organisasi dan pergerakan mahasiswa di kampus Unsyiah. Hal ini pula yang menyebabkan pergerakan disana sangat mudah dipatahkan, karena kelompok massa tersebut bagaikan air dan minyak, yang sulit disatukan.
Sejatinya, semua pergerakan mahasiswa Indonesia memiliki tujuan yang hampir sama, yaitu berujung pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Disejumlah daerah di nusantara, seperti Makassar, Yogyakarta serta Jakarta sendiri, sejumlah organisasi massa mahasiswa tak segan-segan bersatu jika ada isu bersama yang diperjuangkan, namun hal inilah yang sulit di cari dan terjadi di Provinsi Aceh, Kampus Unsyiah khususnya belakangan ini.
Kasus bentrokan yang terjadi beberapa waktu lalu adalah salah satu contohnya. Adanya kecurigaan yang mendalam serta sentiment perbedaan ideologi disinyalir merupakan alasan dibalik kasus itu.
Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang mengklaim diri sebagai golongan ‘kanan’ sulit berjalan seiring dengan mereka yang dicap sebagai ‘kaum kiri’. Dalam kasus bentrokan Unsyiah kemarin, golongan yang dicap kiri ini adalah Forum Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (Forum Gabungan BEMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Ratusan mahasiswa Unsyiah, Jum’at (14/5) terlibat tawuran massa antara para pendukung PEMA Unsyiah dan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dengan massa Forum Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (Forum Gabungan BEMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Insiden ini mengakibatkan belasan mahasiswa dan warga selaku pengguna lalu lintas dekat kampus tersebut terluka , akibat terkena lemparan batu serta terpaksa dilarikan ke rumah sakit dan Pukesmas terdekat.
Insiden ini sebenarnya bermula akibat adanya perseteruan dan beda pendapat dari ruangan Flamboyant lantai dua, AAC Dayan Dawood. Kebetulan saat itu, ruangan yang diberi nama dari mantan Rektor Unsyiah yang ditembak masa konflik tersebut, sedang diselenggarakan Sidang Umum Keluarga Besar Mahasiswa Unsyiah (SU-KBM Unsyiah-red).
“Saat itu, sedang terjadi pembahasan pasal-pasal krusial dari statuta KBM Unsyiah. Beberapa pasal yang sedang diperdebatkan seperti BAB VIII, tentang pasal 31 hingga 34 tentang hubungan internal. Namun karena sama-sama mempertahankan ego mengakibatkan keributan di dalam sidang hingga tawuran di luar,”ucap khairul, anggota SU-KBM Unsyiah dari FKIP.
Sumber lainnya juga menyebutkan, bahwa sidang memanas ketika pembahasan pasal 31 hingga 34, tentang hubungan internal PEMA Unsyiah dengan UKM. Beberapa DPMF yang menjadi anggota SU-KBM meminta pasal ini dihapuskan dengan alasan bawa dengan adanya pasal ini, PEMA seakan menekan UKM.
“Kita minta pasal ini dihapus karena seharusnya hubungan UKM dengan PEMA hanyalah garis koordinasi, bukan hubungan atasan bawah seperti selama ini. Namun mereka menolak sehingga terjadi perdebatan,”jelas Zikir, peserta SU KBM lainnya.
Karena adanya keributan di dalam, lanjut dia, massa mereka (forum BEM dan UKM-red) yang berada di luar gedung mencoba menerobos masuk ke ruang sidang. Namun massa tersebut mendapat perlawanan dari panitia setempat sehingga terjadi perkelahian, yang mengakibatkan Ketua BEM FKIP, Safaruddin, terluka di tangan akibat terkena pecahan kaca.
Mendapat perlakuan tersebut, ratusan massa dari berbagai fakultas dan UKM kemudian mencoba menggepung kantor PEMA Unsyiah. Namun hingga selesai solat Jum’at, keadaan dapat ditenangkan dan tidak insiden apapun.
Selanjutnya, menurut Fauzan, anggota massa Forum BEMF, kira-kira pada pukul 15.00 WIB, pihaknya melihat ratusan massa PEMA dan LDK, bergerak kea rah mereka dengan membawa balok dan batu. Massa tersebut kemudian melempar batu tersebut ke atas mereka yang berdiri dekat jalan raya. Batu ini yang disinyalir turut melukai para pengguna jalan raya, termasuk warga.
“Kami membalasnya hingga terlibat tawuran massa. Mereka (PEMA-red) mundur dari kampus,”ungkap dia.
Polisi sendiri, datang ke lokasi, sudah pada pukul 14.00 WIB, namun tawuran ini tidak bisa dicegah. “Puluhan personil kami turutkan ke tempat ini, termasuk polisi yang berpakaian preman. Baru pada pukul 16.00 WIB, keadaan bisa ditenangkan,”ucap Kapolsek Syiah Kuala, Iptu Abdul Muthalib.
Sementara itu, Faisal, Sekretaris Jendral (Sekjend) Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Unsyiah yang menjadi lawan pihak pertama, mengatakan sebaliknya. Menurut dia, yang memulai bentrokan tersebut bukanlah massa dari LDK dan PEMA Unsyiah, tetapi sebaliknya.
“Itu tidak benar. Mereka yang terlebih dahulu memprovokasinya. Mereka mengobrak-abrik kantor PEMA dan LDK Al-Mudaris hingga rusak,”ucap dia.
Katanya, bentrokan Jum’at kemarin memang bermula dari ruang sidang di AAC Dayan Dawood. Namun massa Forum BEM dan UKM yang berkumpul di depan UKM Lauser, beberapa kali datang ke kantor PEMA untuk mencari Mujiburrahman, selaku Presiden PEMA Unsyiah.
“Mereka berbicara tidak senonok dan mengganggu aktifitas kajian putri PEMA Unsyiah yang sedang berlangsung. Mereka juga merusak beberapa fasilitas PEMA,”ucap Faisal.
Menghadapi keadaan seperti ini, lanjut dia, penggurus putri PEMA Unsyiah, kemudian menelpon dirinya dan meminta bantu. Pihaknya malah minta agar pengurus tadi ke luar dari kantor PEMA agar tidak terluka.
“Rupanya mereka tidak senang berakhir begitu saja. Massa Forum BEM kemudian mendatangi Mushala Kit di depan MIPA Unsyiah, ini membuat kami marah dan melawan,”jelasnya.
Akibat kasus ini, lanjut dia, kerugian yang paling besar dirasakan menimpa pihaknya. Selain fasilitas PEMA yang hancur, pada Jum’at malam (14/5) juga dilaporkan terjadi penyerangan terhadap kantor LDK Al Mudaris.
“Fasilitas disana hancur. Hingga kini kami belum menerima ajakan damai dari siapapun. Sedangkan Sidang Umum KBM Unsyiah yang dipermasalahkan tetap dilanjutkan tadi dan sudah berakhir,”jelas Faisal.
Dari penjelasan tadi, jelaslah bahwa kemelut dan bentrok yang terjadi di Unsyiah belakangan ini sebenarnya berawal dari kesalahanpahaman semata. Namun karena adanya pemahaman ideologi yang realita dangkal, mengakibatkan konflik tersebut membesar dan memakan korban.
Penyelesaian konflik, baik yang diakibatkan karena perebutan kekuasan dengan konflik ideologi, sebenarnya terdapat perbedaan yang jauh. Konflik akibat perebutan kekuasaan akan mudah dicarikan solusi dan jalan islahnya (damai-red) untuk pihak yang terlibat, namun konflik ideologi susah untuk dipertemukan.
Tetapi, menurut penulis, konflik yang terjadi di Unsyiah adalah konflik kekuasaan yang diseret ke permasalahan ideologi sehingga para mahasiswa yang sebenarnya, sama-sama menuntut ilmu serta beragama islam, harus bertempur layaknya perang suci di Palestina.
Belum Ada Islah
Dua kubu yang saling bentrok di Unsyiah, hingga Senin (17/5) lalu, mengaku belum mencapai kata sepakat untuk mengakhiri bentrokan yang terjadi atau berdamai.
Akibatnya, pada Sabtu (15/5), dua mahasiswa Fakultas Pertanian kembali dilaporkan terluka akibat adanya penyerangan dari salah satu kelompok, dan kantor LDK Al-Mudaris (LDK FKIP-red), yang terletak di Jalan Inoeng Balee, Desa Rukoh, juga dilaporkan rusak parah akibat adanya penyerangan oleh sekelompok Orang Tidak Dikenal (OTK) pada jum’at malam.
Menurut informasi, dua mahasiswa yang terluka di Fakultas Pertanian Unsyiah adalah Muji dan Rahmad. Pemukulan terhadap kedua mahasiswa ini terjadi pada pukul 13.00 WIB, saat keduanya sedang berdiskusi masalah mata kuliah.
“Sejatinya, Muji dan Rahmad adalah kawan satu ruang kuliah di Fakultas Pertanian Unsyiah. Namun Rahmad lebih sering berada di LDK, sedangkan Muji sering berkumpul dengan kami (forum BEMF-red). Aksi pengeroyokan disinyalir terjadi karena adanya kesalahpadahaman,”ucap Safruddin, perwakilan dari massa Forum BEMF, kemarin.
Katanya, pihak yang mengeroyok kemungkinan mengira bahwa Muji sedang membentak Rahmad. Padahal keduanya sedang bercanda karena memang teman satu ruang kuliah. “Akibat hal ini, Muji mengalami memar di beberapa bagian tubuhnya, sedangkan Rahmad mengalami luka ringan,”jelas Safar.
Hingga kini, kata Safar lagi, pihak nya juga mengaku masih bersiap-siap untuk segala kemungkinan yang terjadi. Pihaknya mengatakan baru akan berdamai jika ada mediator dari rektorat Unsyiah.
“Namun sejauh ini belum ada. Kita minta kawan-kawan yang berseberangan untuk tidak memukul mahasiswa yang tidak tahu apa-apa terkait masalah yang terjadi,”ungkap dia. Sedangkan Faisal, Sekjend PEMA Unsyiah juga mengaku hal yang sama, akibat belum adanya penanganan tersebut mengakibatkan permasalahan tersebut masing terkantung-kantung.
Menyangkut hal ini, Pembantu Rector (PR) Bidang Kemahasiswaan Unsyiah, Rusli Yusuf, mengatakan pihaknya akan mencoba memediasi kedua belah pihak yang bertikai. Pihaknya juga mengaku akan memberlakukan jam malam untuk mengatasi tawuran susulan.
“Kita juga tingkatkan pengawasan agar tidak ada tawuran susulan. Besok akan coba kita mediasi pihak-pihak yang bertikai ini,”jelasnya.
Rusli juga mengungkapkan bahwa dasar terjadinya bentrokan di antara anak didiknya tersebut, sebenarnya hanyalah permasalahan kekuasaan. Mediasi dan islah dengan cara ‘mengawinkan’ kedua pihak yang bertikai ini dalam satu kepengurusan kedepan, diharapkan dapat mengakhiri konflik ini.
“Bukan karena ideologi, tetapi halnya karena permasahan kekuasaan saja,”terangnya.
Beda Ideologi Haruskan Bertikai?
Adanya perbedaan sebenarnya adalah hal yang wajar dalam kehidupan sehari-hari. Islam sendiri mengenal banyak aliran, namun hal inilah yang membuat keberadaan islam dihargai oleh pemeluk lainnya.
Berbeda dengan pergerakan mahasiswa di Unsyiah, perbedaan ini seakan sesuatu hal yang sakral dan tidak bisa diterima. Sehingga dalam sejumlah kegiatan maupun aksi, kedua kelompok ini seperti air dan minyak, sulit disatukan.
Bagi golongan yang dicap kiri, alasan karena atek-atek partai tertentu di kampus merupakan serangkaian jawaban yang sering dilontarkan ketika mereka ditanyai oleh seseorang mengenai awal mula kebenciaan mereka terhadap golongan lawan. Sedangkan bagi mereka yang mengklaim diri sebagai golongan kanan, tuduhan sosialis, komunis hingga kafir untuk pengurus organisasi berseberangan juga sering kali terdengar.
Padahal, kedua alasan yang dipaparkan oleh kedua kelompok yang berbeda ini tidak memiliki dasar yang kuat jika diperbedatkan. Namun alasan-alasan ini telah diwariskan sejak belasan tahun lamanya. Bisa dikatakan, hal itu adalah dosa mahasiswa sebelumnya yang diwariskan secara turun temurun hingga mahasiswa sekarang.
Seharusnya, selaku generasi penerus yang sama-sama beragama islam, perpecahan ini haruslah dapat dicegah. Keberadaan ideologi seharusnya dapat dijadikan karakter dan sikap hidup seorang mahasiswa, bukan malah membawa mereka pada perpecahan hingga malah bentrokan yang dapat menghilangkan nyawa.
Review Pintu, Aplikasi Trading Crypto dan Investasi Aset Digital
2 tahun yang lalu
2 komentar:
wah, beritanya berat sebelah ini. Ckckck, propagandanya serem amat.
Hahaha, but thats ok !!!
Kita sedang membangun bagaimana sejarah dibentuk.
beritanya berat sebelah...kecewa sy...
Posting Komentar
Setiap pengunjung blog ini dapat mempostingkan komentarnya sesuai pendapat masing-masing mengenai isi blog ini. Pengelola berhak menyunting setiap komentar yang berbau SARA dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kritikan yang demokratis.