Ratusan massa mahasiswa berujuk rasa menyambut kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Provinsi Aceh, Senin (29/11). Demo tersebut merupakan aksi ’terhangat’ untuk seorang presiden yang dipilih hampir 93 persen masyarakat Aceh, tetapi masih dan baru setengah hati menjalankan petisi perdamaian.
Aksi ini menuai bentrokan dengan aparat keamanan di Simpang Tiga Kota Banda Aceh. Dikatakan hangat, karena aksi ini berlanjut di tengah-tengah ujan deras yang sedang menbasahi bumi Iskandar Muda.
Massa yang tergabung dalam Front Mahasiswa-Rakyat Peduli Perdamaian (FMRA-PP) ini terlibat aksi saling lempar batu hingga dua jam lamanya dengan pihak keamanan serta mengakibatkan adanya luka-luka dari kedua belah pihak.
Ratusan demontran mencoba memberikan perlawanan dari ratusan pihak keamanan gabungan TNI dan kepolisian, serta dipersenjatai lengkap.
Aksi massa ini sebenarnya telah dimulai pada pukul 10.45 WIB. Massa yang hendak menyuarakan Pembebasan Tapol Napol Aceh ini bermaksud melakukan aksi di depan Hotel Hermes Palace sebagai tempat bermalam Presiden SBY.
Para Tapol Aceh yang belum dibebaskan ini adalah Ismuhadi Jafar, Ibrahim Hasan, serta Irwan Bin Ilyas. Ketiganya masih mendekam di Penjara Cipinang dengan status hukuman seumur hidup. Inilah alasan-alasan mengapa SBY dinilai masih setengah hati terhadap perdamaian Aceh.
Alasan-alasan inipun yang menyebabkan adanya demo ’hangat’ ala mahasiswa Aceh terhadap presiden yang hobi menciptakan lagu tersebut.
Namun pihak keamanan ternyata mencoba menjegat ratusan kedatangan massa ini, hingga peserta aksi mundur sampai ke simpang tiga (simpang mesra-red). Dilokasi tersebut, massa ini kemudian mencoba bertahan dan menggelar orasi secara bergiliran.
”Kita menuntut Presiden SBY tidak hanya datang ke Aceh untuk membuka sejumlah kegiatan seremonial, tapi juga menyelesaikan agenda-agenda perdamaian, seperti penerbitan sejumlah PP, Perpres, serta Keppres untuk penguatan terhadap UUPA,”ungkap Safrudin, koordinator aksi dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP Unsyiah.
Maksud Safrudin, PP tersebut adalah PP tentang Kawasan Khusus, PP tentang Pengelolaan Migas, PP tentang Pelimpahan Kewenangan, PP tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Sekda Aceh/Kab/Kota, PP tentang Penetapan nama Aceh dan gelar pejabat yang dipilih setelah Pemilu 2009, dan PP tentang Standar, Norma dan Prosedur pembinaan dan pengawasan PNS Aceh/Kab/Kota.
Sementara dua Perpres turunan dari UU PA yang belum ada adalah Perpres tentang kerja sama internasional dengan Aceh, Perpres tentang Pengalihan Kanwil BPN Aceh dan Kantor Pertanahan Kab/Kota menjadi perangkat daerah Aceh dan perangkat Kab/Kota.
Sedangkan Kepres turunan dari UU PA adalah, Kepres tentang Penetapan dan pemberhentian Sekda Aceh.
Hal yang hampir sama juga diungkapkan Isbahannur, orator mahasiswa dari Kota Lhokseumawe. Menurutnya, saat ini ada sejumlah amanah MOU Helsinki yang belum juga diwujudkan oleh pemerintah pusat, seperti pembentukan KKR, Pengadilan HAM, serta pembebasan sisa Tapol Napol Aceh.
Sementara itu, Heri Mulyandi, juru bicara aksi, dalam orasinya juga menuntut agar SBY segera mencabut Keppres no.33 tahun 1998 tentang pengelolaan hutan lindung yang dinilai bertentangan pasal 150 dan 262 UUPA.
Tetapi, pada pukul 12.30 WIB, pihak keamanan Aceh yang dikawal langsung oleh Wakapolda Aceh, meminta massa untuk segera menghentikan aksinya. Pasalnya, Presiden SBY dijadwalkan akan melintasi daerah tersebut untuk melakukan penanaman pohon di Desa Tibang, tidak jauh dari lokasi aksi.
Massa yang menolak aksinya dibubarkan, akhirnya terlibat adu mulut dengan ratusan personil kepolisian dan TNI yang melakukan pengamanan ekstra. Aksi ini kemudian berlanjut hingga saling pukul dan lempar batu.
Satu orang perwakilan massa yang bernama Ahmad Saidi dari Fakultas Hukum Unaya ditangkap serta puluhan massa mengalami luka mamar akibat bentrokan ini. Belasan sepeda motor massa juga di rusak.
Marah melihat hal ini, massa kemudian mencoba untuk memblokir jalan hingga melakukan swepping mobil plat merah dan anggota polisi sebagai upaya balas dendam. Aksi ini kemudian dibalas dengan semprotan gas air mata dari pihak keamanan. Beberapa pengguna jalan juga sempat kena serpihan dari aksi ini.
Sekitar pukul 16.45 WIB, perwakilan massa akhirnya mencoba untuk berunding dengan pihak keamanan, yang diterima langsung oleh Dir Intel Polda Kombes Pol Bambang Cahyo.
Hasil kesepakatan, pihak keamanan akan membebaskan perwakilan massa yang ditangkap serta menganti rugi kerusakan sepmot mahasiswa dengan jaminan massa membubarkan diri. Selesai tuntutan ini dipenuhi, massa kemudian menempati janjianya dan membubarkan diri pada pukul 18.30 WIB.
Diluar aksi ’hangat’ ini, sejumlah pihak sebenarnya telah mencoba bertemu dengan SBY untuk menyampai maksud yang hampir sama. Jika kedepan, SBY juga masih setengah hati dalam mewujudkan tuntutan ini, maka mahasiswa Aceh, mungkin perlu mengulangi ”kisah 98 dan 99”.
Membiarkan rakyat ’berbicara’ mungkin bisa sedikit membuat panas suhu tubuh para pemimpin kita yang sudah terbiasa dengan makan berlemak dan hidup enak.
Review Pintu, Aplikasi Trading Crypto dan Investasi Aset Digital
2 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Setiap pengunjung blog ini dapat mempostingkan komentarnya sesuai pendapat masing-masing mengenai isi blog ini. Pengelola berhak menyunting setiap komentar yang berbau SARA dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kritikan yang demokratis.